Prof. Koetjoroningrat |
K
|
ebudayaan berasal dari bahasa
sansekerta yaitu buddhayah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau
akal. Dengan demikian, kebudayaan adalah “hal-hal
yang bersangkutan dengan akal”. Dalam bahasa latin makna ini sama dengan colere yang berarti mengolah,
mengerjakan, terutama menyangkut tanah. Konsep tersebut lambat laun berkembang
mneja segala upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan mengubah
alam.
Banyak penegasan yang dikemukakan
dalam bentuk definisi tentang apakah sebenarnya kebudayaan itu. Diperkirakan
jumlahnya hampir mencapai 200 (dua ratus) definisi. Beberapa
definisi tentang kebudayaan diantaranya :
E.B Tylor (1871), kebudayaan adalah keseluruhan yang
kompleks, yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat-istiadat dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang
didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
R.Linton (1947), kebudayaan adalah kofigurasi
tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku yang unsur pembentukannya
didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu.
W.H.Kely dan C.Kluckhon (1952) kebudayaan adalah pola hidup yang
tercipta dalam sejarah, yang eksplisit, implisit, rasional, irasional,
nonrasional yang terdapat pada setiap waktu sebagai pedoman yang potensial bagi
tingkah laku manusia.
Ariyono Suyono (1985), kebudayaan adalah keseluuhan hasil
daya budi cipta, karya dan karsa manusia yang dipergunakan untuk memahami
lingkungan serta pengalamannya agar menjadi pedoman bagi tingkah lakunya sesuai
dengan unsur-unsur universal didalamnya.
C.Wissler, kebudayan adalah segala tindakan
yang harus dibiasakan oleh manusia dengan belajar.
Tiga Wujud Kebudayaan
Wujud Kebudayaan Suatu Ide, Gagasan, Nilai, Norma.
Wujud pertama ini adalah wujud
ideal dari kebudayaan yang sifatnya abstrak, tidak dapat diraba atau difhoto.
Lokasinya ada didalam kepala atau dengan pekataan lain, dalam alam pikiran
warga masyarakat tempat kebudayaan bersangkutan itu hidup. Warga masyarakat
menyatakan gagasan mereka tadi dalam tulisan, maka lokasi dalam kebudayaan
ideal sering berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga
masyarakat bersangkutan. Sekarng kebudayaan ideal juga banyak tersimpan dalam
disket, arsip, koleksi microfilm dan micrifish, karu komputer, silinder, dan
pita komputer.
Ide dan gagasan manusia banyak
hidup bersama dalam suatu masyarakat, memberi jiwa pada masyarakat itu. Gagasan
satu dengan yang lain selalu berkaitan menjadi suatu sistem. Para ahli
antropolodi dan sosiologi menyebut sistem ini sistem budaya atau cultural system. Dalam bahasa indonesia
terdapat juga istilah lain yang sangat tepat untuk menyebut wujud ideal dari
kebudayaan ini yaitu adat atau adat-istiadat untuk bentuk jamak.
Wujud Kebudayaan Aktifitas Berpola
Wujud kedua dari kebudayaan
disebut sistem sosial atau social system,
mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri
dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, dan bergaul
stau sama lain dari detik ke detik, dari hari ke hari, dan dari tahun ke tahun,
selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sebagai
rangkaian aktivitas manusi-manusia dalam suatu masyarakat, sistem sosial itu
bersifat konkret, terjadi disekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi,
difhoto dan didokumentasi.
Rumah Betang (Wujud Budaya Fisik Suku Dayak) |
Wujud Kebudayaan Sebagai Benda-Benda Hasil Karya Manusia
Wujud ketiga dari kebudayaan
disebut kebudayaan fisik. Berupa seluruh hasi fisik dan aktivitas, perbuatan,
dan karya semua manusia dalam masyarakat. Sifatnya paling konkret dan berupa
benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan difhoto. Ada
benda-benda yang sangat besar seperti pabrik baja:ada benda-benda yang amat
kompleks dan canggih, seperti komputer berkapasitas tinggi; atau benda-benda
yang besar dan bergerak, suatu kapal tangki minyak; ada bangunan hasil seni
arsitek seperti suatu sandi yang indah; atau ada pula benda-benda kecil seperti
kain batik, atau yang lebih kecil lagi, yaitu kancing baju.
Unsur-Unsur Kebudayaan
Pada unsur kebudayaan ini kita akan mempelajari bahwa keseluruhan
dari tindakan manusia yang berpola itu, berkisar sekitar pranata-pranata
tertentu yang amat banyak jumlahnya;dengana demikian sebenarnya suatu
masyarakat yang luas selalu dapat kita perinci ke dalam pranata-pranata yang
khusus. Sejajar dengan itu suatu kebudayaan yang luas selalu dapat kita perinci
ke dalam unsur-unsurnya yang khusus.
Para Sarjana antrapologi yang biasa menanggapi suatu kebudayaan
(misalnya kebudayaan Minang, kebudayaan Bali, atau kebudayaan
Jepang) sebagai suatu keseluruhan yang terintegrasi, ketika hendak menganalisis
membagi keseluruhan itu ke dalam unsur-unsur besar yang disebut ‘’unsur-unsur
kebudayaan universal’’ atau cultural
universals .Istilah universal itu menunjukkan bahwa unsur-unsur tadi
bersifat universal, jadi unsur-
unsur tadi ada dan bias didapatkan di
dalam semua kebudayaan dari semua
kebudayaan dari semua bangsa di manapun berada di dunia. Mengenai definisi cultural universals itu, ada beberapa
pandangan yang akan berbeda di antara para sarjana antropologi. Berbagai
pandangan yag akan berbeda itu serta alas an perbedaan di uraikan oleh
C.Kluckhohn dalam sebuah karangan berjudul
Universal Categoriseof Culture (1953). Dengan mengambil sari dari
berbagai kerangka tentang unsur-unsur
kebudayaan universal yang di susun oleh beberapa sarjana antropologi
itu, maka penulis berpendapat bahwa ada tujuh unsur kebudayaan yang dapat di
temukan pada semua bangsa di dunia. Ketujuh unsure yang dapat kita sebut
sebagai isi pokok dari tiap kebudayaan di dunia itu adalah:
1.
Bahasa,
2.
Sistem
pengetahuan,
3.
Organisasi
social,
4.
Sistem
peralatan hidup dan teknologi
5.
Sistem mata
pencaharian hidup,
6.
Sistem religi
7.
Kesenian
Tiap-tiap unsur
kebudayaan universal sudah tentu juga menjelma dalam ketiga wujud kebudayaan
terurai di atas, yaitu wujudnya berupa sistem budaya, berupa
sistem
sosial dan berupa unsur-usnur kedudayaan fisik. Dengan
demikian, sistem ekonomi misalnya mempunyai wujud sebagai konsep, rencana, kebijaksanaan, adat
istiadat yang berhubungan dengan ekonomi, tetapi
mempunyai wujud yang berupa tindakan dan
interaksi berpola antara prosedur, tengkulak, pedagang, ahli
transportasi, pengecer dan konsomen, dan selain itu, dalam
sistem
ekonomi terdapat juga unsur-unsurnya yang berupa peralatan, komoditi, dan
benda ekonomi. Demikian juga system religi misalnya mempunyai wujud sebagai sistem
keyakinan dan gagasan tentang tuhan, dewa, roh
halus, neraka, surga dan sebagainya, tetapi mempunyai juga wujud berupa
upacara, baik bersifat musiman, maupun yang kadangkala dan selain
itu setiap sistem religi juga mempunyai wujud sebagai benda-benda suci dan
benda-benda religi.
Contoh lain adalah unsur universal kesenian yang dapat berwujud
gagasan, ciptaan, pikiran, ceritera dan syair yang indah. Namun
kesenian juga dapat berwujud tindakan –tindakan interaksi
berpola antara seniman dan penyelengara, sponsor
kesenian, pendengar, penonton dan konsumen hasil kesenian; tetapi selain itu
semua
kesenian juga berupa benda-benda indah, candi , kain
tenun yang indah, benda kerajaan dan sebagainya.
Kerangka mengenai ketujuh unsur kebudayaan universal itu biasanya
juga dipakai oleh para penulis etnografi sebagai contoh untuk menyusun daftar
isi buku etnografi, seorang sarjana antropologi sudah
mengetahui sebelumnya unsur-unsur yang akan diteliti nya, sedangkan
buku laporan etnografi telah terdahulu dapat dibagi kedalam tujuh bab, sesuai
dengan kerangka cultur universal tadi.
Tiap “unsure kebudayaan universal dapat diperinci kedalam
unsure-unsur nya yang lebih kecil sampai
beberapa kali. Dengan mengikuti metiode memerincian dari ahli
meteoropologi bernama R.Linton, maka perincian itu akan kita lakukan karena
dalam keseluruhan nya, tiap unsure kebudayaan universal itu juga memounyai tiga
mujud yaitu wujud system budaya, wujud system sosial, dan wujud kebudayaan
fisik, maka pemerincian dari ketujuh unsure tadi masing-masing harus juga
dilakukan dalam ketiga wujud itu .
Wujud system budaya dari suatu unsure kebudayaan universal berupa
adat, dan pada tahap pertamanya adat dapat diperinci ke dalam beberapa kopleks
budaya, tiap kompleks budaya dapat diperinci lebih lanjut ke dalam beberapa
tema budaya dan akhirnya pada tahap ketiga tiap tema budaya dapat diperinci ke
dalam gagasan.
Serupa dengan itu, system sosial dari suatu unsure kebudayaan
universal yang berupa aktivitas-aktivitas sosial dapat kita perinci pada tahap
pertamanya ke dalam berbagai kompleks sosial, dan pada tahap kedua, tiap
kompleks sosial dapat diperinci lebih khusus ke dalam bebagai pola sosial. Pada
tahap keempat, tiap pola sosial dapat diperinci lebih khusus ke dalam berbagai tindakan.
Ketujuh unsur kebudayaan universal itu masing-masing tentu juga
mempunyai wujud fisik, walaupun tidak ada satu wujud fisik untuk keseluruhan
dari satu unsure kebudayaan universal. Itulah sebabnya kebudayaan fisik tidak
perlu diperinci menurut keempat tahap pemerincian seperti yang dilakukan pada
sistem budaya dan sistem sosial. Namun semua unsure kebudayaan fisik sudah
tentu secara khusus terdiri dari benda-benda kebudayaan.
Contoh-contoh dalam alenia berikut ini akan mengilustrasikan sitem
pemerincian kebudayaan ke dalam unsur-unsur dan sub-subunsurnya seperti yang
terurai tadi. Unsur kebudayaan universal
sistem mata pencarian misalnya, dapat diperinci ke dalam beberapa
subunsur seperti : perburuan, perdagangan, pertanian, peternakan, perdagangan,
perkebunan, industri kerajinan, industri pertambangan,
industri jasa, dan industri manufaktur. Tiap bagian
tadi mempunyai wujudnya sebagai sistem budaya yang akan kita sebut adatnya wujudnya sebagai sistem sosial yang akan kita sebut aktivitas sosialnya; dan wujudnya yang
fisik berupa berbagai peralatan yang tentunya merupakan benda-benda kebudayaan. Serupa dengan itu perincian dapat
pula kita terapkan terhadap suatu unsur kebudayaan universal lain, misalnya
organisasi sosial. Unsur besar itu ada adatnya
,aktivitas sosial, dan peralatan fisiknya, mengenai
berbagai subunsurnya seperti;sistem kekerabatan, sistem
komuniti, sistem pelapisan sosial, sistem
pimpinan, sistem politik dan sebagainya. Demikian
pula apabila pemerincian itu kita terapkan terhadap unsur kebudayaan universal
seperti kesenian, maka aka nada adat istiadat, aktivitas
sosial, dan peralatan fisik mengenai seni rupa, seni
suara, seni gerak, seni sastra, seni
drama dan sebagainya.
Dari contoh itu tampak bahwa diantara unsur-unsur golongan kedua
da pula yang bersifat universal seperti sisyem kekerabatan.Subunsur itu pasti
ada dalam tiap masyarakat dan kebudayaan di mana pun juga di dunia.Namun untuk
keperluan logika dari metode pemerincian, sistem
kekerabatan sebaiknya tetap kita masukkan saja ke dalam golongan adat atau
kompleks budaya, dan tidak ke dalam golongan unsure kebudayaan universal.halini
disebabkan Karena sistem kekerabatan hanya merupakan suatu subunsur khusus
dalam rangka organisasi sosial
Contoh dari pemerincian adat dan aktivitas sosial ke
dalam beberapa kompleks budaya dan kompleks sosial adalah misalnya pemerincian
dari pertanian ke dalam;irigasi, pengelolaan tanah, penggarapan
tanah, teknologi penanaman, penimbunan hasil pertanian, pemrosesan
dan pengawetan hasil pertanian dan sebagainya. Contoh
lain misalnya pemerincian dari sistem kekerabatan ke dalam; perkawinan, tolong
menolong antar kerabat, sopan-santun pergaulan
antarkerabat, sistem istilah kekerabatan dan sebagainya.Setiap subunsur sudah
tentu memiliki peralatan sendiri-sendiri, yang secara
konkret yang terdiri dsri benda-benda kebudayaan. Dari
contoh-contoh tersebut diatas segera tampak bahwa diantara unsure-unsur
golongan ketiga inipun ada yang bersifat universal, yaitu
perkawinan. Unsur itu boleh dikata terdapat dalam semua masyarakat di dunia. Namun, seperti
halnya contoh sistem kekerabatan tersebut di atas, demi
logika sistematik pemerincian, maka sistem perkawinan tidak kita
sebut unsure kebudayaan universal, tetapi tetap kompleks budaya dan
kompleks sosial saja.
Usaha pemerincian dapat kita lanjutkan untuk memerinci kompleks
budaya dan kompleks sosial kedalam tema budaya dan pola sosial. Contohnya, perkawinan
dapat diperinci kedalam pelamaran,upacara pernikahan, perayaan, mas
kawin, harta pembawaan pengantin wanita, adat
menetap sesudah nikah, poligami, poliandri, perceraian
dan sebagainya.
Akhirnya masih ada satu tahap pemerincian lagi,yaitu pemerincian
darai tema budaya dan pola sosial ke dalam gagasan dan tindakan.Dalam hal itu
sub-subunsur mas kawin misalnya dapat
kita perinci satu langkah lebih lanjut lagi, ke
dalam sub-subunsur yang kecil seperti;bagian harta mas kawin yang berupa ternak, bagian
mas kawin yang berupa benda adat, bagian harta mas kawin yang berupa
benda-benda perlambangan, bagian harta mas kawin yang berupa
benda perhiasan,bagian harta mas kawin yang berupa uang tunai, upacara
penyerahan mas kawin,upacara pertukaran harta pengantin pria dan harta
pengantin wanita dan sebagainya.
Di antara unsur-unsur golongan kecil ini biasanya tidak ada yang
bersifat universal,karena unsure-unsur kebudayaan seperti ini sudah terlampau
kecil, Apabila kita tinjau contoh mengenai sub-subunsur ‘mas
kawin’tersebut diatas, maka tampak bahwa’harta mas kawin
yang berupa ternak’tidak terdapat disemua kebudayaan didunia.Yang jelas bahwa
unsure kecil itu tidak ada di Indonesia[kecuali pada beberap suku bangsa Irian
Jaya dimana babi merupakan unsure harta mas kawin],bahkan tidak ada juga
dikebudayaan-kebudayaan di Asia Tenggara pada umumnya.Sebaliknya,pada banyak
kebudayaan suku-suku bangsa penduduk Afrika Timur,ternak [sapi] merupakan
unsure yang sangat dominan dalam mas kawin. Adapun
unsur kecil upacara penyerahan mas kawin juga bukan suatu hal yang universal. Pada
kebudayaan suku Jawa, upacara itu jelas tidak ada
sebaliknya dalan kebudayaan beberapa suku di Pantai Utara Irian Jaya, upacara
itu merupakan suatu upacar penting tersendiri, lepas
dari upacara pernikahan.
No comments:
Post a Comment