Gambar

Gambar
SELAMAT MEMBACA,HATAMUEI LINGGU NALANTAI HAPANGAJA KARENDEM MALEMPANG

08 July 2014

BUDAYA DASAR

Prof. Koetjoroningrat

K
ebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian, kebudayaan adalah “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Dalam bahasa latin  makna ini sama dengan colere yang berarti mengolah, mengerjakan, terutama menyangkut tanah. Konsep tersebut lambat laun berkembang mneja segala upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan mengubah alam.
Banyak penegasan yang dikemukakan dalam bentuk definisi tentang apakah sebenarnya kebudayaan itu. Diperkirakan jumlahnya hampir mencapai 200 (dua ratus) definisi. Beberapa definisi tentang kebudayaan diantaranya :
E.B Tylor (1871), kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
R.Linton (1947), kebudayaan adalah kofigurasi tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku yang unsur pembentukannya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu.
W.H.Kely dan C.Kluckhon (1952) kebudayaan adalah pola hidup yang tercipta dalam sejarah, yang eksplisit, implisit, rasional, irasional, nonrasional yang terdapat pada setiap waktu sebagai pedoman yang potensial bagi tingkah laku manusia.
Ariyono Suyono (1985), kebudayaan adalah keseluuhan hasil daya budi cipta, karya dan karsa manusia yang dipergunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya agar menjadi pedoman bagi tingkah lakunya sesuai dengan unsur-unsur universal didalamnya.
C.Wissler, kebudayan adalah segala tindakan yang harus dibiasakan oleh manusia dengan belajar.
Tiga Wujud Kebudayaan
Ada tiga wujud  kebudayaan yaitu,
Wujud Kebudayaan Suatu Ide, Gagasan, Nilai, Norma.
Wujud pertama ini adalah wujud ideal dari kebudayaan yang sifatnya abstrak, tidak dapat diraba atau difhoto. Lokasinya ada didalam kepala atau dengan pekataan lain, dalam alam pikiran warga masyarakat tempat kebudayaan bersangkutan itu hidup. Warga masyarakat menyatakan gagasan mereka tadi dalam tulisan, maka lokasi dalam kebudayaan ideal sering berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat bersangkutan. Sekarng kebudayaan ideal juga banyak tersimpan dalam disket, arsip, koleksi microfilm dan micrifish, karu komputer, silinder, dan pita komputer.
Ide dan gagasan manusia banyak hidup bersama dalam suatu masyarakat, memberi jiwa pada masyarakat itu. Gagasan satu dengan yang lain selalu berkaitan menjadi suatu sistem. Para ahli antropolodi dan sosiologi menyebut sistem ini sistem budaya atau cultural system. Dalam bahasa indonesia terdapat juga istilah lain yang sangat tepat untuk menyebut wujud ideal dari kebudayaan ini yaitu adat atau adat-istiadat untuk bentuk jamak.

Wujud Kebudayaan Aktifitas Berpola
Wujud kedua dari kebudayaan disebut sistem sosial atau social system, mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, dan bergaul stau sama lain dari detik ke detik, dari hari ke hari, dan dari tahun ke tahun, selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sebagai rangkaian aktivitas manusi-manusia dalam suatu masyarakat, sistem sosial itu bersifat konkret, terjadi disekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi, difhoto dan didokumentasi.
Rumah Betang (Wujud Budaya Fisik Suku Dayak)

Wujud Kebudayaan Sebagai Benda-Benda Hasil Karya Manusia
Wujud ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik. Berupa seluruh hasi fisik dan aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat. Sifatnya paling konkret dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan difhoto. Ada benda-benda yang sangat besar seperti pabrik baja:ada benda-benda yang amat kompleks dan canggih, seperti komputer berkapasitas tinggi; atau benda-benda yang besar dan bergerak, suatu kapal tangki minyak; ada bangunan hasil seni arsitek seperti suatu sandi yang indah; atau ada pula benda-benda kecil seperti kain batik, atau yang lebih kecil lagi, yaitu kancing baju.

Unsur-Unsur Kebudayaan
Pada unsur kebudayaan ini kita akan mempelajari bahwa keseluruhan dari tindakan manusia yang berpola itu, berkisar sekitar pranata-pranata tertentu yang amat banyak jumlahnya;dengana demikian sebenarnya suatu masyarakat yang luas selalu dapat kita perinci ke dalam pranata-pranata yang khusus. Sejajar dengan itu suatu kebudayaan yang luas selalu dapat kita perinci ke dalam unsur-unsurnya yang khusus.
Para Sarjana antrapologi yang biasa menanggapi suatu kebudayaan (misalnya kebudayaan Minang, kebudayaan Bali, atau kebudayaan Jepang) sebagai suatu keseluruhan yang terintegrasi, ketika hendak menganalisis membagi keseluruhan itu ke dalam unsur-unsur besar yang disebut ‘’unsur-unsur kebudayaan universal’’ atau cultural universals .Istilah universal itu menunjukkan bahwa unsur-unsur tadi bersifat  universal, jadi unsur- unsur  tadi ada dan bias didapatkan di dalam semua  kebudayaan dari semua kebudayaan dari semua bangsa di manapun berada di dunia. Mengenai definisi cultural universals itu, ada beberapa pandangan yang akan berbeda di antara para sarjana antropologi. Berbagai pandangan yag akan berbeda itu serta alas an perbedaan di uraikan oleh C.Kluckhohn dalam sebuah karangan berjudul   Universal Categoriseof  Culture (1953). Dengan mengambil sari dari berbagai kerangka tentang unsur-unsur  kebudayaan universal yang di susun oleh beberapa sarjana antropologi itu, maka penulis berpendapat bahwa ada tujuh unsur kebudayaan yang dapat di temukan pada semua bangsa di dunia. Ketujuh unsure yang dapat kita sebut sebagai isi pokok dari tiap kebudayaan di dunia itu adalah:
1.     Bahasa,
2.     Sistem pengetahuan,
3.     Organisasi social,
4.     Sistem peralatan hidup dan teknologi
5.     Sistem mata pencaharian hidup,
6.     Sistem religi
7.     Kesenian
Tiap-tiap unsur kebudayaan universal sudah tentu juga menjelma dalam ketiga wujud kebudayaan terurai di atas, yaitu wujudnya berupa sistem budaya, berupa sistem sosial dan berupa unsur-usnur kedudayaan fisik. Dengan demikian, sistem ekonomi misalnya mempunyai wujud sebagai konsep, rencana, kebijaksanaan, adat istiadat yang berhubungan dengan ekonomi, tetapi mempunyai  wujud yang berupa tindakan dan interaksi berpola antara prosedur, tengkulak, pedagang, ahli transportasi, pengecer dan konsomen, dan selain itu, dalam sistem ekonomi terdapat juga unsur-unsurnya yang berupa peralatan, komoditi, dan benda ekonomi. Demikian juga system religi misalnya mempunyai wujud sebagai sistem keyakinan  dan gagasan tentang tuhan, dewa, roh halus, neraka, surga dan sebagainya, tetapi mempunyai juga wujud berupa upacara, baik bersifat musiman, maupun yang kadangkala dan selain itu setiap sistem religi juga mempunyai wujud sebagai benda-benda suci dan benda-benda religi. 

Contoh lain adalah unsur universal kesenian yang dapat berwujud gagasan, ciptaan, pikiran, ceritera dan syair yang indah. Namun kesenian juga dapat berwujud tindakan –tindakan interaksi berpola antara seniman dan penyelengara, sponsor kesenian, pendengar, penonton dan konsumen hasil kesenian; tetapi selain itu semua kesenian juga berupa benda-benda indah, candi , kain tenun yang indah, benda kerajaan dan sebagainya.

Kerangka mengenai ketujuh unsur kebudayaan universal itu biasanya juga dipakai oleh para penulis etnografi sebagai contoh untuk menyusun daftar isi buku etnografi, seorang sarjana antropologi sudah mengetahui sebelumnya unsur-unsur yang akan diteliti nya, sedangkan buku laporan etnografi telah terdahulu dapat dibagi kedalam tujuh bab, sesuai dengan kerangka cultur universal tadi.
Tiap “unsure kebudayaan universal dapat diperinci kedalam unsure-unsur nya yang lebih kecil sampai  beberapa kali. Dengan mengikuti metiode memerincian dari ahli meteoropologi bernama R.Linton, maka perincian itu akan kita lakukan karena dalam keseluruhan nya, tiap unsure kebudayaan universal itu juga memounyai tiga mujud yaitu wujud system budaya, wujud system sosial, dan wujud kebudayaan fisik, maka pemerincian dari ketujuh unsure tadi masing-masing harus juga dilakukan dalam ketiga wujud itu .

Wujud system budaya dari suatu unsure kebudayaan universal berupa adat, dan pada tahap pertamanya adat dapat diperinci ke dalam beberapa kopleks budaya, tiap kompleks budaya dapat diperinci lebih lanjut ke dalam beberapa tema budaya dan akhirnya pada tahap ketiga tiap tema budaya dapat diperinci ke dalam gagasan.
Serupa dengan itu, system sosial dari suatu unsure kebudayaan universal yang berupa aktivitas-aktivitas sosial dapat kita perinci pada tahap pertamanya ke dalam berbagai kompleks sosial, dan pada tahap kedua, tiap kompleks sosial dapat diperinci lebih khusus ke dalam bebagai pola sosial. Pada tahap keempat, tiap pola sosial dapat diperinci lebih khusus ke dalam berbagai tindakan.     

Ketujuh unsur kebudayaan universal itu masing-masing tentu juga mempunyai wujud fisik, walaupun tidak ada satu wujud fisik untuk keseluruhan dari satu unsure kebudayaan universal. Itulah sebabnya kebudayaan fisik tidak perlu diperinci menurut keempat tahap pemerincian seperti yang dilakukan pada sistem budaya dan sistem sosial. Namun semua unsure kebudayaan fisik sudah tentu secara khusus terdiri dari benda-benda kebudayaan.

Contoh-contoh dalam alenia berikut ini akan mengilustrasikan sitem pemerincian kebudayaan ke dalam unsur-unsur dan sub-subunsurnya seperti yang terurai tadi. Unsur kebudayaan universal sistem mata pencarian misalnya, dapat diperinci ke dalam beberapa subunsur seperti : perburuan, perdagangan, pertanian, peternakan, perdagangan, perkebunan, industri kerajinan, industri pertambangan, industri jasa, dan industri manufaktur. Tiap bagian tadi mempunyai wujudnya sebagai sistem budaya yang akan kita sebut adatnya wujudnya sebagai sistem sosial yang akan kita sebut aktivitas sosialnya; dan wujudnya yang fisik berupa berbagai peralatan yang tentunya merupakan benda-benda kebudayaan. Serupa dengan itu perincian dapat pula kita terapkan terhadap suatu unsur kebudayaan universal lain, misalnya organisasi sosial. Unsur besar itu ada adatnya ,aktivitas sosial, dan peralatan fisiknya, mengenai berbagai subunsurnya seperti;sistem kekerabatan, sistem komuniti, sistem pelapisan sosial, sistem pimpinan, sistem politik dan sebagainya. Demikian pula apabila pemerincian itu kita terapkan terhadap unsur kebudayaan universal seperti kesenian, maka aka nada adat istiadat, aktivitas sosial, dan peralatan fisik mengenai seni rupa, seni suara, seni gerak, seni sastra, seni drama dan sebagainya.
Dari contoh itu tampak bahwa diantara unsur-unsur golongan kedua da pula yang bersifat universal seperti sisyem kekerabatan.Subunsur itu pasti ada dalam tiap masyarakat dan kebudayaan di mana pun juga di dunia.Namun untuk keperluan logika dari metode pemerincian, sistem kekerabatan sebaiknya tetap kita masukkan saja ke dalam golongan adat atau kompleks budaya, dan tidak ke dalam golongan unsure kebudayaan universal.halini disebabkan Karena sistem kekerabatan hanya merupakan suatu subunsur khusus dalam rangka organisasi sosial

Contoh dari pemerincian adat dan aktivitas sosial ke dalam beberapa kompleks budaya dan kompleks sosial adalah misalnya pemerincian dari pertanian ke dalam;irigasi, pengelolaan tanah, penggarapan tanah, teknologi penanaman, penimbunan hasil pertanian, pemrosesan dan pengawetan hasil pertanian dan sebagainya. Contoh lain misalnya pemerincian dari sistem kekerabatan ke dalam; perkawinan, tolong menolong antar kerabat, sopan-santun pergaulan antarkerabat, sistem istilah kekerabatan dan sebagainya.Setiap subunsur sudah tentu memiliki peralatan sendiri-sendiri, yang secara konkret yang terdiri dsri benda-benda kebudayaan. Dari contoh-contoh tersebut diatas segera tampak bahwa diantara unsure-unsur golongan ketiga inipun ada yang bersifat universal, yaitu perkawinan. Unsur itu boleh dikata terdapat dalam semua masyarakat di dunia. Namun, seperti halnya contoh sistem kekerabatan tersebut di atas, demi logika sistematik pemerincian, maka sistem perkawinan tidak kita sebut unsure kebudayaan universal, tetapi tetap kompleks budaya dan kompleks sosial saja.

Usaha pemerincian dapat kita lanjutkan untuk memerinci kompleks budaya dan kompleks sosial kedalam tema budaya dan pola sosial. Contohnya, perkawinan dapat diperinci kedalam pelamaran,upacara pernikahan, perayaan, mas kawin, harta pembawaan pengantin wanita, adat menetap sesudah nikah, poligami, poliandri, perceraian dan sebagainya.

Akhirnya masih ada satu tahap pemerincian lagi,yaitu pemerincian darai tema budaya dan pola sosial ke dalam gagasan dan tindakan.Dalam hal itu sub-subunsur mas kawin misalnya dapat  kita perinci satu langkah lebih lanjut lagi, ke dalam sub-subunsur yang kecil seperti;bagian harta mas kawin yang berupa ternak, bagian mas kawin yang berupa benda adat, bagian harta mas kawin yang berupa benda-benda perlambangan, bagian harta mas kawin yang berupa benda perhiasan,bagian harta mas kawin yang berupa uang tunai, upacara penyerahan mas kawin,upacara pertukaran harta pengantin pria dan harta pengantin wanita dan sebagainya.

Di antara unsur-unsur golongan kecil ini biasanya tidak ada yang bersifat universal,karena unsure-unsur kebudayaan seperti ini sudah terlampau kecil, Apabila kita tinjau contoh mengenai sub-subunsur ‘mas kawin’tersebut diatas, maka tampak bahwa’harta mas kawin yang berupa ternak’tidak terdapat disemua kebudayaan didunia.Yang jelas bahwa unsure kecil itu tidak ada di Indonesia[kecuali pada beberap suku bangsa Irian Jaya dimana babi merupakan unsure harta mas kawin],bahkan tidak ada juga dikebudayaan-kebudayaan di Asia Tenggara pada umumnya.Sebaliknya,pada banyak kebudayaan suku-suku bangsa penduduk Afrika Timur,ternak [sapi] merupakan unsure yang sangat dominan dalam mas kawin. Adapun unsur kecil upacara penyerahan mas kawin juga bukan suatu hal yang universal. Pada kebudayaan suku Jawa, upacara itu jelas tidak ada sebaliknya dalan kebudayaan beberapa suku di Pantai Utara Irian Jaya, upacara itu merupakan suatu upacar penting tersendiri, lepas dari upacara pernikahan.

No comments: