B
|
erdo’a
merupakan salah satu cara berhubungan dengan kekuatan yang Maha Agung (Ranying Hatalla) Tuhan Yang Maha Esa,
berdo’a sejauh yang dipraktekkan sekarang oleh Umat Hindu Kaharingan dengan dua
cara yaitu dengan media dan atau tanpa media.
Berdo’a
dengan media adalah berdo’a mengunakan bahan seperti beras atau dalam Bahasa
Sangiang disebut Behas Manyangen Tingang
dalam prosesi ini sebagian besar digunakan oleh Rohaniawan seperti Handepang Telun, Basir, Pisor,dll
walaupun tidak menutupi kemungkinan siapapun bisa melakukanya sesuai dengan
tingkat dan kemampuannya.
Bedo’a
dengan tanpa media dimaksud adalah tanpa mengunakan media beras, dll. Berdo’a
dengan mengunakan hakikat dari suara dan permohonan yang tulus. Berdo’a model
ini adalah mengerakan roh suara dari dalam diri kita sendiri yang disebut Bahing Timang (roh penguasa suara),
Perjalanan Bahing Timang yang
dikeluarkan oleh sang pendo’a di-ibaratkan sebuah perjalanan seorang tukang pos
yang yang menyampaikan surat dari pengirim pesan kepada penerima pesan, agar
tukang pos tersebut dapat menjalankan tugas ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan begito juga dalam melakukan do’a dalam kepercayaan Hindu
Kaharingan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, karena sesungguh pesan
yang disampaikan adalah pesan yang suci. Diantara hal-hal tersebut diatas yaitu
diantaranya kata awal, atau kata pembuka dapat berbentuk ehem, iiiii, inanjuri,
karena dalam sabdhanya Ranying Hatalla kata
ehem, iiiii, inanjuri adalah kata yang berbentuk huruf hidup sehingga segala
sesuatu didalam diri manusia di bangunkan untuk menyampai pesan yang baik.
Bagaimana berdo’a untuk mengeluarkan Bahing Timang?
Bagaimana berdo’a untuk mengeluarkan Bahing Timang?
Berdo’a itu
sudah merupakan dal yang biasa kita lakukan dalam ibadah Basarah dan atau
berdo’a secara pribadi (berdo’a bisa
diibaratkan balaku atau bahajat) tetapi tidak ada salahnya untuk dibahas
pada tulisan ini, dalam melakukan do’a biasa (tanpa media) HAKEKATNYA sama seperti do’a yang dilakukan oleh Rohaniawan (dengan
media) yaitu Mampisik Bahing Timang, (membangunkan
roh suara) menyampaikan peteh (do’a) itu sendiri dan Pambuli Bahing Timang (mengembalikan roh suara pada tempat asalnya
ditengorokan).
Mampisik
Bahing Timang dalam kalimat do’a yang sering kita ucapkan adalah Inanjuriku
Bahing Nganan Tandak……………………………dstnya sampai pada ucapan Palus naturung Balai
Bulau Napatah Hintan Sali Padadusan Ranying Hatalla Langit, kata inti dari
pengucapan ini adalah kata INANJURI BAHING NGANAN TANDAK, pertanyaan
berikutnya;
Apakah boleh
setelah pengucapan tersebut disingkat, diperpanjang atau diubah kedalam bahasa
yang lain?
Sesungguh sampai
saat ini pun tidak ada larangan, karena kuasa roh suara sudah biasa
menyampaikan pesan kita kepada para sangiang (khayangan) jika kita membangunkan
dan menghendakinya, maka jika do’a itu diperpendek memunculkan kata, “dia batandak panjang bahing ganan tandak
palus narinjet balai...............atau beberapa kata yang lain.
Untuk do’a
yang lebih baik yaitu urut-urutan do’a yang benar yaitu melewati rumah, embu
(ambun), lapisan langit, lewu-lewu sangiang (khayangan) yang memiliki nama,
makna dan fungsi-fungsi tertentu untuk hal ini akan kita dengar dalam upacara
ritual dengan sarana dan prasarana yang lengkap.
Bagi mereka
yang kesulitan dalam menguasai bahasa Sangiang atau bahasa dayak ngaju mereka
dapat mengantinya dengan bahasa mereka, dengan syarat harus tetap membangunan
roh suara dan membuat do’anya dalam bahasa lain.
Jika syarat
untuk membangunkan roh suara (bahing
timang) pengantar pesan sudah dibangunakan dan bertemu dengan Para Leluhur,
Sangiang, Ranying Hatalla dan Jatha Balawang Bulau maka pengirim menyampaikan
niat, do’anya dari setiap orang yang berdo’a.
Bagian
terakhir dalam berdo’a adalah Pambuli
Bahing Timang (mengembalikan roh suara) yaitu dalam pengucapan mantra
dimulai dari “Dia Panjang Riwut Rawei
Hajamban Bahing Ganan Tandak……………………….”sampai pengucapan kata Sahi.
No comments:
Post a Comment