S
|
emua orang yang pernah melihat, menonton ataupun melaksanakan
ritual Tiwah pasti mengatakan bahwa ritual tiwah merupakan ritual yang sangat
megah, penuh dengan banyak orang dari berbagai tempat, keramaian yang sangat
luar biasa dengan berbagai macam kegiatan hal ini disebabkan oleh berbagai
bentuk aktivitas sosial kemasyarakatan yang melingkupinya dan tidak kurang
aktivitas tersebut sangat menarik perhatian banyak orang (bagi keluarga dan
tamu) sehingga banyak yang datang untuk melihat Ritual Tiwah. Dahulunya
bahkan mungkin ada sampai sekarang banyak orang jika ditanya ingin kemana?
ketika tujuan perjalanannya mendatangi Ritual Tiwah, maka dijawab
mendatangi “Pesta” Tiwah, dimana kata “Pesta” tersebut
menunjukan hal yang penuh dengan keramaian. Tetapi apakah itu
sebenar yang menjadi objek utama bagi orang-orang didalam Ritual Tiwah?
Bagi orang-orang yang kurang terlalu memahami apa itu Ritual Tiwah
bisa jadi mengatakan “ia betul” karena memang dilihat secara nyata
banyak orang mendapat hasil yang berlimpah ruah dari kegiatan ritual tersebut.
Bagi para pedagang misalnya dengan mudah mendapatkan pembeli dan barang akan
laris manis serta meraup keuntungan yang lumayan fantastis selain itu bagi
pembeli itu saat yang ditunggu untuk mendapatkan barang idaman, pada kondisi
yang berbeda bagi para pengemar dunia perjudian hal itu merupakan saat-saat
yang praktis untuk mendapatkan uang, hanya dengan duduk santai sambil
menghabiskan satu-dua batang rokok untuk menunggu pasangannya tepat dan
mendapatkan imbalan dari itu, kejadian yang demikian merupakan suatu anugrah
bagi mereka. Begitu juga sebaliknya bagi Bandar Judi.
Makna kematian dan Tiwah bagi umat Hindu Kaharingan?
Tiwah adalah ritual yang sangat disucikan karena merupakan ritual
tingkat terakhir dimana dengan ritual tiwah Roh Anak Liau dapat menyatu
kembali kepada Ranying Hatala (Tuhan) sebagaimana ia datang dan kembali
kepada-Nya dan hal itu jelas didalam ayat-ayat Panaturan sebagai berikut
Panaturan 31: 9
Tinai mangat ikau katawan Raja
Bunu, kahain kuasangKU ije tege, iete manjapa sahapus kalunen dan AKU tuh kea
ije tamparan taluh handiai, kelute kea AKU tuh ije akan kahapus kareh. Hayak
uluh kalunen kareh akan matei dan buli AKU kea.
"Untuk engkau mengetahuinya Raja Bunu, betapa besarnya
kuasaKU yang ada, yaitu menciptakan seluruh manusia dan AKU adalah awal dari
segalanya, begito juga AKU adalah akhir dari semua. Begitu nantinya manusia
akan mati dan kembali kepada KU"
Panaturan 41: 5
Limbah te hamauh tinai Ranying
Hatala kuae: dengan Raja Uju Hakanduang Kanaruhan Hanya Basakati. Ewen Tiwah
Suntu tuh mangat akan Suntu Taladan akan anak esu dapit jeha uka tau manumu
hayak malalus jete tumun sapuna
"Setelah itu Ranying Hatala bersabdha katanya: dengan Raja
Uju Hajanduang Kanaruhan Hanya Basakati mereka Tiwah Cotoh ini supaya menjadi
Contoh untuk keturunannya nanti agar mereka dapat melaksanakannya sesuai dengan
yang sebenar"
Panaturan 41: 6
Tuntang gawin paniwah tuh ilalus
ewen uka Raja Bunu tege into Lewu Batu Nindan Tarung Kereng Angkar Bantilung
Nyaring, awi ie kareh ije majar anak esu, Tiwah Suntu amun uluh te matei buli
AKU
"Begitu tiwah ini dilaksanakan mereka agar Raja Bunu ada di
Lewu Batu Nindan Tarung Kereng Angkar Bantilung Nyaring, karena dia yang nanti
mengajarkan keturunannya, Tiwah contoh ketika keturunannya meninggal dunia dan
kembali kepada KU"
Letak anugerah Tiwah untuk keluarga yang melaksanakan Tiwah dan
yang menyaksikan ritual tiwah?
Perjalanan Roh Anak Liau dapat kita dengar dalam tuturan
ayat-ayat suci yaitu salah satunya ketika lunas Hanteran perjalanan panjang
melewati berbagai macam tempat penyucian bersama Sangiang Raja Lingga Rawing
Tempun Telun Tinggang dengan Lanting Samben Nampalang Penyang, Haki
Runtung Ngangkuang Santangi, Enjung Bunu Nyalawi Bungai (Persi Panaturan)
yang mana ketika perjalanan ke Batang Danum Injam Tinggang (dunia)
kemudian sangiang Raja Lingga Rawing Tempun Telun Tinggang diwakili oleh
sangiang Telun Mama Tambun Bunu dan sangiang Hamparung Apang Kandayun
Lanting untuk menjemput Roh Anak Liau dari sebuah tempat yang
disebut Bukit Pasahan Raung untuk diantar kembali menyatu dengan Ranying
Hatala Langit (Tuhan) dan para sangiang dilewu Tatau (sorga), dalam
proses dari lewu Bukit Pasahan Raung ke Batang Danum Injam
Tinggang (dunia) Roh Anak Liau yang ditiwahkan tidak hanya membawa
dirinya saja melainkan juga memohon berkat, anugerah bagi keluarga dan sanak
saudara hal ini dipaparkan dalam Panaturan sebagai bagian dari lunas Hanteran
sebagai berikut.
Panaturan 58 : 239
Hagagahan liau Haring Kaharingan
nikap kayun penyang karuhei tatau, bara Bukit Kaminting, Bukit Raya, Laping
Tiung, Pisak Pinggan, Kait Bulan, Bukit Bondang, limbah jadi te ewen gandang
halalian buli nanturung lewu ngetang tiwah tinggang
"Mereka mengantar Liau Haring Kaharingan mencari dan
mengambil Kayun Penyang Karuhei Tatau dari Bukit Bukit Kaminting, Bukit Raya,
Lamping Tiung, Pisak Pinggan, Kait Bulan, Bukit Bondang, dan setelah itu mereka
pulang kembali menuju kampong tempat pelaksanaan."
Panaturan 58 : 242
Tutuk jadi ngalingu, Telun
Mama Tambun Bunu ewen ndue Hamparung Apang Kandayun Lanting mimbit tinai
kakaren Liau Haring Kaharingan nanturung Garing Sangkairaya Mendeng, je
bagantung lawang parintaran tingang, hete gagenep Liau Haring Kaharingan
nganjan ngaliling Garing Sangkairaya Mendeng, hayak nunjung lahap rawing, kilau
mapau bulan lembut, hayak kea bahing gandang garantung.
"Selesai mereka mengenang kehidupan didunia; kemudian sangiang
Telun Mama Tambun Bunu dan sangiang Hamparung Apang Kandayun Lanting membawa
lagi setiap Liau Haring Kaharingan menuju Garing Sangkairaya Mendeng yang
berada dipekarangan, dan disitu setiap Liau Haring Kaharingan manganjan (tarian
sakral) mengelilingi Garing Sangkairaya Mendeng, seraya malahap bersama-sama
disertai bunyi gendang dan gong."
Pada ayat diatas sangat jelas ditegaskan bahwasannya anugerah yang
dibawa oleh roh Roh Anak Liau dan sangiang dalam Tiwah
adalah ketika dilakukannya ritual Manganjan (ketika keluarga melakukan tarian
sakral) mengelilingi Pasar Sababulu yang didalamnya terdapat Garing
Sangkairaya Mendeng yang disimbolkan selalu mengeluarkan Danum Nyalung
Kaharingan Belum (air suci kehidupan), pada simbol Pasar Sababulu yang
dibuat dari bambu yang membentuk lingkaran menunjukan ketekatan hati yang bulat
untuk menerima anugerah dari Ranying Hatala (tuhan), kebulatan tekat tersebut
juga termakna kebahagian keluarga dengan menyatunya Liau Haring Kaharingan
(roh yang diTiwahkan) kepada-Nya.
Tarian sakral manganjan yaitu membentang kedua tangan dengan
jari-jari terbuka kemudian dikepalkan lalu kepalan kedua tangan menyatu menuju
kearah dada dan turun kebawah memaknai untuk memohon anugerah dari Ranying
Hatala (Tuhan) dan diterima dalam kepalan tangan yang kemudian disimpan
dalam jantung dan relung hati setiap orang yang melakukan ritual***
No comments:
Post a Comment