Gambar

Gambar
SELAMAT MEMBACA,HATAMUEI LINGGU NALANTAI HAPANGAJA KARENDEM MALEMPANG

07 July 2014

RITUAL SANGIANG BANDAR


R
itual sangiang adalah ritual pengobatan berbagai macam penyakit dengan bantuan roh leluhur (Sahur Bandar) dengan tukang sangiang sebagai mediator, dimana ritual tersebut dilaksanakan oleh masyarakat suku Dayak Ngaju khususnya yang beragama Hindu Kaharingan.
Meja dalam prosesi ritual sangiang
Pengobatan Manyangiang sampai saat ini dianggap sebagai pengobatan tradisional pada masyarakat Dayak Ngaju untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit yang bersifat Naturalistik atapun Personalistik (Pengaruh roh), Hal tesebut juga dijelaskan dalam Panaturan sebagai berikut;
Limbah te Manyamei Tempun Telun Tingang ewen ndue Kameluh Tempun Tiyawun Tingang manyuhu Manyamei Malinggar Langit ewen ndue Kameluh Bajarumat Hintan manampa kare bajai, hupei biha, ipu tuwe, tuntang kare kutuh macam panyakit ije tau mawi hayak tau mampatei (Panaturan, 5 ;17, 1985).
Setelah itu Manyamei Tempun Telun Tingang dengan Kameluh Tempun Tiyawun Tingang menyuruh Manyamei Malinggar Langit dan Kameluh Bajarumat Hintan menciptakan buaya, hupei biha, racun dan tuba, serta segala macam penyakit yang mengakibatkan sakit dan kematian.
Te Palus Ranying Hatala ewen ndue Jatha Balawang Bulau manjapa atawa majadian kare macam kayu ije tau akan tatamba panyangka (Panaturan, 5 ; 26, 1989).
Kemudian Ranying Hatala bersama Jatha Balawang Bulau menciptakan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang bisa digunakan sebagai obat-obatan.
Limbah te Ranying Hatala hamauh tinai dengan Jatha Balawang Bulau kuae : Tuh ulun kalunen dia tau matei awi panyakit ije inampa ewen epat, awi tatamba panyangka jari sukup inampa Kue (Panaturan, 5; 29, 1989)
Kemudian Ranying Hatala berbicara dengan Jatha Balawang Bulau, Firmannya; Kini manusia tidak akan meninggal karena penyakit yang dibuat oleh mereka berempat, karena sudah cukup berbagai macam cara dan obat-obat yang KU ciptakan.
Dalam ritual sangiang terdiri dari beberapa tahap, tidak secara langsung seperti acara ritual lainnya, biasanya melewati berbagai tahap yaitu;
Ritual Manyandah
Manyandah adalah ritual untuk mencari penyebab dari berbagai macam penyakit yang diderita dengan bantuan roh leluhur (Bandar). Manyandah itu sendiri sebenarnya sama dengan Manenung yang dilakukan oleh basir/pisor akan tetapi manyandah tidak mengunakan media ataupun sarana dalam manenung melaikan berkomonikasi langsung dengan tukang Sangiang (Manyangiang).
Manyandah terbagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu:
Manyandah Manta adalah ritual mencari penyebab dari berbagai macam penyakit tetapi tidak dapat melakukan pengobatan. Pada ritual tidak memerlukan sesajen seperti : Ayam, Ketupat, Tanehi, Kue dan lain-lain, dalam ritual tersebut hanya mengunakan Sangku Tambak Raja (Bongkor) yang berisi Hambaruan (untuk laki-laki 7 biji beras dan perempuan 8 biji beras yang dibungkus dengan kain putih) setelah itu tukang Sangiang melakukan Manawur untuk meminta bantuan Sahur (Roh leluhur) atau Sumbu Kurung dan Tamanggung Bandar dari Luwuk Dalam Betawi/ Lewu Telu (Khayangan) untuk merasuk tukang Sangiang yang disebut Lasang. Setelah merasuk lalu keluarga yang sakit atau yang melakukan ritual bertanya tentang penyebab penyakit dan bagaimana pengobatanya, misalkan; penyakit tersebut diakibatkan Mari/ Manah (akibat melangar larangan atau pantangan tertentu) kemudian ditanyakan apa obatnya dan siapa yang mampu mencari obatnya. Tetapi jika hal tersebut diakibatkan oleh hal yang lebih besar dan memerlukan ritual lanjut maka keluarga akan melakukan inti ritual Sangiang dengan berbagai persiapan pada hari yang berbeda.
Manyandah Masak ritual ini sedikit berbeda dengan Manyandah Manta yaitu pada ritual ini Tukang Sangiang dapat melakukan ritual penyembuhan seperti Mangumul (mengambil berbagai penyakit pada tingkat tertentu yang tidak berat) pada ritual ini tersedia sesajen yang berupa ayam yang terdiri dari 2 (dua) ekor dimana ayam yang pertama berbulu putih digunakan sebagai sesajen untuk Sahur Bandar (roh leluruh yang baik) dan ayam yang kedua disiapkan sebagai sesajen kepada roh yang tidak baik (Bhuta kala), selain itu berbagai macam Ketupat, Kue, Ketan dan lain-lain juga disiapkan tetapi pada tingkat ini Tukang Sangiang tidak Mampendeng Meja Sangkai Kambang sehingga tidak semua Sahur yang digunakan sebagai media penyembuhan pada ritual ini.
Ritual Mampendeng Meja Sangiang.
Ritual ini dilakukan jika manyandah sudah dilakukan dan mendaptkan kepastian tentang penyebab dan bagaimana pengobatannya, ritual ini dilaksanakan dalam 24 jam  yaitu pada siang hari sepenuhnya dilakukan untuk menyiapkan sesajen dan  malam hari sampai pagi harinya digunakan untuk basangiang (ritual inti) dimana urut-urutan ritual yang dilakukan adalah sebagai berikut;
Menyiapkan Sesajen, Keluarga orang sakit pada pagi hari sampai sore hari bergotong royong menyediakan berbagai macam sarana dan prasaran untuk kegitan sangiang yaitu;
Menyiapkan Lasang Pusun Pinang, Setelah semua sesajen masak dan diletakkan dipiring masing-masing maka seseorang yang bisa dan mampu mengukir pusun pinang membuat ukiran tertentu pada pusun pinang dengan mengunakan langei (pisau kecil) setelah selesai diukir pusun pinang dimasukan dalam bahalai (kain), kemudian diatas pusun pinang tersebut ditaruh tambak yang berisi yang beisikan beras dan hambaruan, lalu pusun pinang digantung bersamaan dengan sipet dan lampik lamiang yang berisi sipa dan rukun tarahan.
Menyiapkan Pusun Pinang, Pusun pinang ini adalah pusun pinang yang sudah terurai dan diikat mengantung pada suatu tempat berdekatan dengan meja sangiang, pusun pinang ini sebagai sangiang merasuk dengan lasangnya (tukang sangiang) dan juga sebagai tempat untuk mahalalian. Sebelum digunakan pusun pinang ini disaki palas dengan darah hewan korban lalu ditampung tawar (dipercikkan tirtha) lalu ditutup dengan kain putih dan dibuka kemudian saat ritual sangiang berlangsung. 
Mengatur Meja Sangiang, Setelah semua sesajen di masukkan kedalam wadahnya maka diatur sedemikian rupa di atas meja tempat basasurung dan atau juga dibawah meja, setelah semua tersusun rapi maka, menunggu sore hari untuk memulai kegiataan inti sangiang
Basaki Palas, Nyaki malas yang sakit, Nyaki malas tukang sangiang, Nyaki tukang kacapi dan rabab, Nyaki malas rangkan panginan.
Mamenteng Lilis Lamiang, Mengikat Lilis/lamiang yang sakit, Mengikat Lilis/lamiang tukang sangiang, Mengikat Lilis/lamiang tukang kacapi dan rabab.
Nampara Narijet tuntang Manawur, Pada prosesi ini tukang sangiang memulai kegiatan dengan menutup kepalanya dengan kain putih lalu mangaru beras tawur dengan garu manyang (perapian) dengan do’a dalam bahasa sangiang, demikian kutipannya; “Ngaru manyang ku ikau tuh behas, umba garu nukang bakalindang tingang, santi ngekek bakalampang tambun, hapan manganan ewau luai lapangau ampit bajayut ewau tatap lukap kei kajang pantai danum kalunen……….” Setelah mangaru selesai para pemain kecapi dan rebab memainkan musik untuk mengiring prosesi manawur, dalam prosesi manawur ini tukang sangiang manawur dengan mangarunya, ia menceritakan asal-usul beras dan menjadikannya sebagai Putir bawin tawur sintung uju entan bulau balambung hanya (tujuh bidadari) yang kemudian mereka berangkat dengan Lasang kilat panangkaje andau untuk menemui sahur parapah (roh leluhur) yaitu Temangung Bandar dan Sumbu Kurung atau yang lainnya di dari Luwuk Dalam Betawi/ Lewu Telu (Khayangan) prosesi selesai tukang sangiang membuka jamban lasangnya untuk mempersiapkan diri dirasuki oleh roh leluhur lalu mengayun lasang pusun pinang dan pusun pinang. Beberapa saat kemudian berbagai macam roh reluhur masuk pada tukang sangiang dan menanyakan apa maksud dan tujuan mereka dipanggil, salah satu kutipan yang di karunya tukang sangiang; “Hakarah jah indang, hakarah jah apang narai auh rimai ketun pantai danum injam tingang mantehau ikei uluh pantai danum sangiang, are bewei macam panyakit baratus ganguranan ara sampar saribu sababutan biti mangawi ketuh tuh antang…………” dalam prosesi manyangiang tidak ada urut-urutan sahur (roh leluhur) yang akan merasuk pada tukang sangiang, untuk mengetahuinya orang yang menyelengarakan ritual bertanya langsung pada tukang sangiang.
Panturung Hatuen Sangiang, Setelah beberapa sahur (roh leluhur) merasuki tukang sangiang salah satu sahur yang dianggap gagah perkasa adalah Hatue Sangiang (laki-laki sangiang), pada prosesi ini tukang sangiang memilih 7 (tujuh) laki-laki dan 7 (tujuh) perempuan untuk menemainya dalam mengelilingi meja sesaji dengan rangkaian ketujuh orang tersebut meminum baram satu gelas-satu gelas setiap orang, minyup rukun tarahan, lalu mencicipi sedikit-sedikit setiap makanan yang ada paja meja sesajen lalu mereka melakukan tarian manasai.
Prosesi Pegobatan, Untuk mengambil penyakit tukang sangiang mengunakan media daun sawang, daun sawang yang digunakan tersebut adalah daun sawang yang baik, tidak berlobang, tidak terlalu kecil, tidak layu dan tidak rusak, jika hal tersebut berupa parasat (pertanda tidak baik) maka tukang sangiang mengambil daun sawang lalu mangarunya dengan perapian kemudian tukang sangiang melihat tubuh orang sakit sambil mengucapkan mantra dalam bahasa sangiang, sebagai contoh sebagai berikut; “Has, lampang-lampang bitim daha je papa sala, lampamg-lampang bitim daha bahandang je papa sala tuh aku hauten sangiang handuanan bitim………” Setelah hal tersebut tukang sangiang meletakkan daun sawang pada bagian tubuh tertentu dan menarik daun sawang bersama segumpal darah, darah tersebut kemudian dimasukkan kedalam mulut ayam hidup yang sudah disediakan lalu tukang sangiang mencuci tanganya pada penyau (kobokan) yang disediakan. Jikapun penyakit itu jauh dan diletak disuatu tempat misalnya di Tajahan, Pambak, dibawah rumah atau dimanapun yang sangat jauh tukang sangiang memerlukan media yang lain yaitu bantu satu orang menaking mandau (laki-laki) kemudian tukang sangiang berdiri didepan pintu dengan mengunakan daun sawang mengambil dan seketika pada saat tukang sangiang memegang daun sawangnya maka akan mendapatkan berbagai macam benda, misalnya; miyak, bungkusan kain, dll benda-benda tersebut jika sudah didapat maka tukang sangiang bertanya dengan keluarga/orang yang sakit apakah benda-benda tersebut dikembalikan kepada pemiliknya atau dibuang. jika dibuang maka tukang sangiang membuat benda tersebut pada pusun pinang.
Mahalalian, Setelah roh sahur yang baik merasuk ada kemungkinan roh bhuta kala (roh yang tidak baik) sebagai penyebab yang sakit akan merasuk pada tukang sangiang, jika hal tersebut terjadi maka orang yang sakit harus dijauhkan dari tukang sangiang dan dikunci pada ruangan kamar tertentu yang sudah disiapkan, kemudian keluarga dari yang sakit berkumonikasi langsung dan meminta berdamai dan tidak saling menganggu, lalu tukang sangiang dibawa keluar dari rumah sampai sangiang yang baik merasuk kembali.
Mangkuman Juhu Saruk, setelah roh sangiang yang baik merasuk kembali dan roh yang jahat sudah dihalalian (dikembalikan ke asalnya) maka prosesi sangiang dilanjutkan lagi, pada prosesi ini tukang sangiang yang dirasuki menjelaskan tentang pali-pali (pantangan) yang harus ditaati oleh orang sakit, misal; tidak boleh melewati jemuran selama tiga hari, tidak boleh berkunjung kerumah orang yang melaihirkan dan orang yang meninggal selama tiga bulan, dan seterusnya. namun pada saat itu juga ada disediakan makanan yang disebut juhu saruk. Orang yang sakit memakan makanan tersebut sehingga makanan yang ada dapat dimakan tidak menjadi pali lagi.
Bapapas, Prosesi yang terakhir, lasang pusun pinang yang digantung akan diturunkan kemudian kulitnya dibuka secara hati-hati lalu isinya dibuka dan dibaca apa yang akan terjadi pada orang beritual dimasa yang akan datang setelah ritual apakah ada pertanda-pertanda tertentu, lalu pusun pinang dan tampung papas digunakan untuk bapapas, orang-orang yang sakit menutup diri mereka dengan kain yang berwarna hitam lalu mengahadap matahari terbit dan dipapas oleh tukang sangiang dengan menguncapkan mantra dalam bahasa sangiang, kemudian menghadap kearah matahari terbenar dan dipapas kedua kalinya oleh tukang sangiang seteleh selesai orang-orang sakit meludahi tampung papas yang digunakan dalam babapas serta menolaknya dengan tangan kiri mereka.
Sangkai Kambang

Pemimpin Ritual
Orang yang dapat memimpin ritual sangiang tidak harus pisor/basir tetapi orang yang bisa nyangiang, nyangiang dimaksud tidak sembarang orang akan tetapi orang-orang yang mempunyai batu sangiang dan rumbang garu. Adapun batu sangiang dan rumbang garu adalah kemampuan yang dianugerahi oleh Berbagai manifestasi Tuhan Yang Maha Esa/Ranying Hatalla Langit agar orang yang bisa nyangiang dapat terhubung dengan sahur (Bandar) serta memiliki kemampuan untuk mangumul (mengambil berbagai macam penyakit dari orang yang sakit). Hal tersebut tidak diketahui secara langsung oleh orang yang bisa nyangiang melainkan oleh gurunya atapun orang lain yang sudah mampu melakukan ritual manyangiang (Sangiang Jaya), selain itu mereka yang bisa manyangiang memiliki ciri-ciri sejak lahir dimana ia lahir bersamaan dengan bungkus ari-arinya secara utuh tetapi hal itupun tidak menjamin seseorang bisa manyangiang tergantung pada orang tersebut apakah dia mau berguru (Batuha; bahasa Katingan) kepada orang yang bisa nyangiang atau tidak.


Fungsi Ritual
Untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit baik penyebab secara Naturalistik maupun Personalistik, yang diobati dengan obat-obatan tradisional dan perantaranya adalah tukang sangiang tersebut serta dibantu oleh roh leluhur yang suci yang merasuk tukang sangiang disitulah tukang sangiang memberitahukan obat yang harus dicari untuk mengobati orang yang sakit. Fungsi ritual sangiang dalam sosial masyarakat memiliki banyak fungsi yang pertama yaitu membangun kekerabatan antara keluarga,apabila ada dalam satu keluarga yang sakit seluruh anggota keluarga yang lain ikut membantu membuat makanan atau sesajen-sejan yang akan dibuat untuk acara sangiang sampai selesai,serta kekerabatan pun juga terjalin antara masyarat yang satu dengan masyrakat yang lain karena bukan hanya  keluarga yang mebantu membuat sesajen untuk ritual sangiang melainkan masyrakat sekitar juga ikut membantu, dengan demikian  terjalin sikap gotong royong serta rasa persaudaraan.

No comments: