R
|
itual sangiang adalah ritual pengobatan berbagai macam
penyakit dengan bantuan roh leluhur (Sahur
Bandar) dengan tukang sangiang sebagai mediator, dimana
ritual tersebut dilaksanakan oleh masyarakat suku Dayak Ngaju khususnya yang
beragama Hindu Kaharingan.
Meja dalam prosesi ritual sangiang |
Pengobatan Manyangiang sampai saat ini dianggap sebagai pengobatan
tradisional pada masyarakat Dayak Ngaju untuk menyembuhkan berbagai macam
penyakit yang bersifat Naturalistik atapun Personalistik (Pengaruh roh), Hal tesebut juga dijelaskan dalam Panaturan sebagai berikut;
Limbah te Manyamei Tempun Telun
Tingang ewen ndue Kameluh Tempun Tiyawun Tingang manyuhu Manyamei Malinggar
Langit ewen ndue Kameluh Bajarumat Hintan manampa kare bajai, hupei biha, ipu
tuwe, tuntang kare kutuh macam panyakit ije tau mawi hayak tau mampatei (Panaturan, 5 ;17, 1985).
Setelah itu
Manyamei Tempun Telun Tingang dengan Kameluh Tempun Tiyawun Tingang menyuruh Manyamei Malinggar Langit dan Kameluh Bajarumat Hintan menciptakan
buaya, hupei biha, racun dan tuba, serta segala macam penyakit yang
mengakibatkan sakit dan kematian.
Te Palus Ranying Hatala ewen ndue Jatha Balawang Bulau manjapa atawa majadian kare macam kayu ije tau akan tatamba panyangka (Panaturan, 5 ; 26, 1989).
Te Palus Ranying Hatala ewen ndue Jatha Balawang Bulau manjapa atawa majadian kare macam kayu ije tau akan tatamba panyangka (Panaturan, 5 ; 26, 1989).
Kemudian
Ranying Hatala bersama Jatha Balawang Bulau menciptakan berbagai macam
tumbuh-tumbuhan yang bisa digunakan sebagai obat-obatan.
Limbah te Ranying Hatala hamauh tinai dengan Jatha Balawang Bulau
kuae : Tuh ulun kalunen dia tau matei awi panyakit ije inampa ewen epat, awi
tatamba panyangka jari sukup inampa Kue (Panaturan, 5; 29, 1989)
Kemudian
Ranying Hatala berbicara dengan Jatha Balawang Bulau, Firmannya; Kini manusia
tidak akan meninggal karena penyakit yang dibuat oleh mereka berempat, karena
sudah cukup berbagai macam cara dan obat-obat yang KU ciptakan.
Dalam ritual sangiang terdiri dari beberapa tahap,
tidak secara langsung seperti acara ritual lainnya, biasanya melewati berbagai
tahap yaitu;
Ritual Manyandah
Manyandah adalah
ritual untuk mencari penyebab dari berbagai macam penyakit yang diderita dengan
bantuan roh leluhur (Bandar). Manyandah
itu sendiri sebenarnya sama dengan Manenung
yang dilakukan oleh basir/pisor akan tetapi manyandah tidak mengunakan media
ataupun sarana dalam manenung melaikan berkomonikasi langsung dengan tukang
Sangiang (Manyangiang).
Manyandah terbagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu:
Manyandah Manta adalah ritual mencari penyebab dari
berbagai macam penyakit tetapi tidak dapat melakukan pengobatan. Pada ritual tidak
memerlukan sesajen seperti : Ayam, Ketupat, Tanehi, Kue dan lain-lain, dalam
ritual tersebut hanya mengunakan Sangku
Tambak Raja (Bongkor) yang berisi Hambaruan (untuk laki-laki 7 biji beras
dan perempuan 8 biji beras yang dibungkus dengan kain putih) setelah itu tukang
Sangiang melakukan Manawur untuk meminta bantuan Sahur (Roh leluhur) atau Sumbu Kurung dan Tamanggung Bandar dari Luwuk
Dalam Betawi/ Lewu Telu (Khayangan) untuk merasuk tukang Sangiang yang disebut Lasang.
Setelah merasuk lalu keluarga yang sakit atau yang melakukan ritual bertanya
tentang penyebab penyakit dan bagaimana pengobatanya, misalkan; penyakit
tersebut diakibatkan Mari/ Manah (akibat
melangar larangan atau pantangan tertentu) kemudian ditanyakan apa obatnya dan
siapa yang mampu mencari obatnya. Tetapi jika hal tersebut diakibatkan oleh hal
yang lebih besar dan memerlukan ritual lanjut maka keluarga akan melakukan inti
ritual Sangiang dengan berbagai persiapan pada hari yang berbeda.
Manyandah Masak ritual ini sedikit berbeda dengan Manyandah Manta yaitu pada ritual ini
Tukang Sangiang dapat melakukan
ritual penyembuhan seperti Mangumul (mengambil
berbagai penyakit pada tingkat tertentu yang tidak berat) pada ritual ini tersedia
sesajen yang berupa ayam yang terdiri dari 2 (dua) ekor dimana ayam yang
pertama berbulu putih digunakan sebagai sesajen untuk Sahur Bandar (roh leluruh yang baik) dan ayam yang kedua disiapkan sebagai sesajen
kepada roh yang tidak baik (Bhuta kala),
selain itu berbagai macam Ketupat, Kue, Ketan dan lain-lain juga disiapkan tetapi
pada tingkat ini Tukang Sangiang
tidak Mampendeng Meja Sangkai Kambang
sehingga tidak semua Sahur yang
digunakan sebagai media penyembuhan pada ritual ini.
Ritual Mampendeng Meja Sangiang.
Ritual ini dilakukan jika manyandah
sudah dilakukan dan mendaptkan kepastian tentang penyebab dan bagaimana
pengobatannya, ritual ini dilaksanakan dalam 24 jam yaitu pada siang hari sepenuhnya dilakukan
untuk menyiapkan sesajen dan malam hari
sampai pagi harinya digunakan untuk basangiang (ritual inti) dimana urut-urutan
ritual yang dilakukan adalah sebagai berikut;
Menyiapkan Sesajen, Keluarga orang sakit pada pagi hari sampai sore hari bergotong royong
menyediakan berbagai macam sarana dan prasaran untuk kegitan sangiang yaitu;
Menyiapkan Lasang Pusun Pinang, Setelah
semua sesajen masak dan diletakkan dipiring masing-masing maka seseorang yang
bisa dan mampu mengukir pusun pinang membuat ukiran tertentu pada pusun pinang
dengan mengunakan langei (pisau
kecil) setelah selesai diukir pusun pinang dimasukan dalam bahalai (kain), kemudian diatas pusun pinang tersebut ditaruh tambak yang berisi yang beisikan beras
dan hambaruan, lalu pusun pinang digantung bersamaan dengan sipet dan lampik
lamiang yang berisi sipa dan rukun tarahan.
Menyiapkan Pusun Pinang, Pusun pinang ini adalah pusun pinang yang
sudah terurai dan diikat mengantung pada suatu tempat berdekatan dengan meja
sangiang, pusun pinang ini sebagai sangiang merasuk dengan lasangnya (tukang sangiang) dan juga sebagai tempat untuk mahalalian. Sebelum digunakan pusun
pinang ini disaki palas dengan darah hewan korban lalu ditampung tawar
(dipercikkan tirtha) lalu ditutup dengan kain putih dan dibuka kemudian saat
ritual sangiang berlangsung.
Mengatur Meja Sangiang, Setelah
semua sesajen di masukkan kedalam wadahnya maka diatur sedemikian rupa di atas meja
tempat basasurung dan atau juga dibawah meja, setelah semua tersusun rapi maka,
menunggu sore hari untuk memulai kegiataan inti sangiang
Basaki Palas, Nyaki
malas yang sakit, Nyaki malas tukang sangiang, Nyaki tukang kacapi dan
rabab, Nyaki malas rangkan panginan.
Mamenteng Lilis Lamiang, Mengikat Lilis/lamiang yang sakit, Mengikat Lilis/lamiang tukang sangiang, Mengikat Lilis/lamiang tukang kacapi
dan rabab.
Nampara Narijet tuntang Manawur, Pada
prosesi ini tukang sangiang memulai kegiatan dengan menutup kepalanya dengan
kain putih lalu mangaru beras tawur dengan garu manyang (perapian) dengan do’a dalam bahasa sangiang, demikian
kutipannya; “Ngaru manyang ku ikau tuh
behas, umba garu nukang bakalindang tingang, santi ngekek bakalampang tambun,
hapan manganan ewau luai lapangau ampit bajayut ewau tatap lukap kei kajang
pantai danum kalunen……….” Setelah mangaru selesai para pemain kecapi dan
rebab memainkan musik untuk mengiring prosesi manawur, dalam prosesi manawur
ini tukang sangiang manawur dengan mangarunya,
ia menceritakan asal-usul beras dan menjadikannya sebagai Putir bawin tawur sintung uju entan bulau balambung hanya (tujuh
bidadari) yang kemudian mereka berangkat dengan Lasang kilat panangkaje andau untuk menemui sahur parapah (roh
leluhur) yaitu Temangung Bandar dan Sumbu Kurung atau yang lainnya di dari Luwuk Dalam Betawi/ Lewu Telu
(Khayangan) prosesi selesai tukang sangiang membuka jamban lasangnya untuk
mempersiapkan diri dirasuki oleh roh leluhur lalu mengayun lasang pusun pinang
dan pusun pinang. Beberapa saat kemudian berbagai macam roh reluhur masuk pada
tukang sangiang dan menanyakan apa maksud dan tujuan mereka dipanggil, salah
satu kutipan yang di karunya tukang sangiang; “Hakarah jah indang, hakarah jah apang narai auh rimai ketun pantai
danum injam tingang mantehau ikei uluh pantai danum sangiang, are bewei macam
panyakit baratus ganguranan ara sampar saribu sababutan biti mangawi ketuh tuh
antang…………” dalam prosesi manyangiang tidak ada urut-urutan sahur (roh
leluhur) yang akan merasuk pada tukang sangiang, untuk mengetahuinya orang yang
menyelengarakan ritual bertanya langsung pada tukang sangiang.
Panturung Hatuen Sangiang, Setelah
beberapa sahur (roh leluhur) merasuki tukang sangiang salah satu sahur yang
dianggap gagah perkasa adalah Hatue
Sangiang (laki-laki sangiang), pada prosesi ini tukang sangiang memilih 7
(tujuh) laki-laki dan 7 (tujuh) perempuan untuk menemainya dalam mengelilingi
meja sesaji dengan rangkaian ketujuh orang tersebut meminum baram satu
gelas-satu gelas setiap orang, minyup rukun tarahan, lalu mencicipi
sedikit-sedikit setiap makanan yang ada paja meja sesajen lalu mereka melakukan
tarian manasai.
Prosesi Pegobatan, Untuk
mengambil penyakit tukang sangiang mengunakan media daun sawang, daun sawang
yang digunakan tersebut adalah daun sawang yang baik, tidak berlobang, tidak
terlalu kecil, tidak layu dan tidak rusak, jika hal tersebut berupa parasat (pertanda tidak baik) maka
tukang sangiang mengambil daun sawang lalu mangarunya dengan perapian kemudian
tukang sangiang melihat tubuh orang sakit sambil mengucapkan mantra dalam
bahasa sangiang, sebagai contoh sebagai berikut; “Has, lampang-lampang bitim daha je papa sala, lampamg-lampang bitim daha
bahandang je papa sala tuh aku hauten sangiang handuanan bitim………” Setelah
hal tersebut tukang sangiang meletakkan daun sawang pada bagian tubuh tertentu
dan menarik daun sawang bersama segumpal darah, darah tersebut kemudian
dimasukkan kedalam mulut ayam hidup yang sudah disediakan lalu tukang sangiang
mencuci tanganya pada penyau (kobokan) yang disediakan. Jikapun penyakit itu
jauh dan diletak disuatu tempat misalnya di Tajahan, Pambak, dibawah rumah atau
dimanapun yang sangat jauh tukang sangiang memerlukan media yang lain yaitu
bantu satu orang menaking mandau (laki-laki) kemudian tukang sangiang berdiri
didepan pintu dengan mengunakan daun sawang mengambil dan seketika pada saat
tukang sangiang memegang daun sawangnya maka akan mendapatkan berbagai macam
benda, misalnya; miyak, bungkusan kain, dll benda-benda tersebut jika sudah
didapat maka tukang sangiang bertanya dengan keluarga/orang yang sakit apakah
benda-benda tersebut dikembalikan kepada pemiliknya atau dibuang. jika dibuang
maka tukang sangiang membuat benda tersebut pada pusun pinang.
Mahalalian, Setelah roh sahur yang baik merasuk ada kemungkinan roh bhuta kala (roh
yang tidak baik) sebagai penyebab yang sakit akan merasuk pada tukang sangiang,
jika hal tersebut terjadi maka orang yang sakit harus dijauhkan dari tukang
sangiang dan dikunci pada ruangan kamar tertentu yang sudah disiapkan, kemudian
keluarga dari yang sakit berkumonikasi langsung dan meminta berdamai dan tidak
saling menganggu, lalu tukang sangiang dibawa keluar dari rumah sampai sangiang
yang baik merasuk kembali.
Mangkuman Juhu Saruk, setelah roh sangiang yang baik merasuk
kembali dan roh yang jahat sudah dihalalian (dikembalikan ke asalnya) maka
prosesi sangiang dilanjutkan lagi, pada prosesi ini tukang sangiang yang dirasuki
menjelaskan tentang pali-pali (pantangan) yang harus ditaati oleh orang sakit,
misal; tidak boleh melewati jemuran selama tiga hari, tidak boleh berkunjung
kerumah orang yang melaihirkan dan orang yang meninggal selama tiga bulan, dan
seterusnya. namun pada saat itu juga ada disediakan makanan yang disebut juhu saruk. Orang yang sakit memakan
makanan tersebut sehingga makanan yang ada dapat dimakan tidak menjadi pali
lagi.
Bapapas, Prosesi yang terakhir, lasang pusun pinang yang digantung akan
diturunkan kemudian kulitnya dibuka secara hati-hati lalu isinya dibuka dan
dibaca apa yang akan terjadi pada orang beritual dimasa yang akan datang
setelah ritual apakah ada pertanda-pertanda tertentu, lalu pusun pinang dan
tampung papas digunakan untuk bapapas, orang-orang yang sakit menutup diri
mereka dengan kain yang berwarna hitam lalu mengahadap matahari terbit dan
dipapas oleh tukang sangiang dengan menguncapkan mantra dalam bahasa sangiang,
kemudian menghadap kearah matahari terbenar dan dipapas kedua kalinya oleh
tukang sangiang seteleh selesai orang-orang sakit meludahi tampung papas yang
digunakan dalam babapas serta menolaknya dengan tangan kiri mereka.
Sangkai Kambang |
Pemimpin Ritual
Orang yang dapat memimpin ritual sangiang tidak harus
pisor/basir tetapi orang yang bisa nyangiang, nyangiang dimaksud tidak sembarang
orang akan tetapi orang-orang yang mempunyai batu sangiang dan rumbang
garu. Adapun batu sangiang dan rumbang garu adalah kemampuan yang
dianugerahi oleh Berbagai manifestasi Tuhan Yang Maha Esa/Ranying Hatalla
Langit agar orang yang bisa nyangiang dapat terhubung dengan sahur (Bandar)
serta memiliki kemampuan untuk mangumul
(mengambil berbagai macam penyakit dari orang yang sakit). Hal tersebut tidak
diketahui secara langsung oleh orang yang bisa nyangiang melainkan oleh
gurunya atapun orang lain yang sudah mampu melakukan ritual manyangiang (Sangiang Jaya), selain itu
mereka yang bisa manyangiang memiliki ciri-ciri sejak lahir dimana ia lahir
bersamaan dengan bungkus ari-arinya
secara utuh tetapi hal itupun tidak menjamin seseorang bisa manyangiang tergantung
pada orang tersebut apakah dia mau berguru (Batuha; bahasa Katingan) kepada
orang yang bisa nyangiang atau tidak.
Fungsi Ritual
Untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit baik
penyebab secara Naturalistik maupun Personalistik, yang diobati dengan
obat-obatan tradisional dan perantaranya adalah tukang sangiang tersebut serta
dibantu oleh roh leluhur yang suci yang merasuk tukang sangiang disitulah
tukang sangiang memberitahukan obat yang harus dicari untuk mengobati orang
yang sakit. Fungsi ritual sangiang dalam sosial masyarakat memiliki banyak
fungsi yang pertama yaitu membangun kekerabatan antara keluarga,apabila ada
dalam satu keluarga yang sakit seluruh anggota keluarga yang lain ikut membantu
membuat makanan atau sesajen-sejan yang akan dibuat untuk acara sangiang sampai
selesai,serta kekerabatan pun juga terjalin antara masyarat yang satu dengan
masyrakat yang lain karena bukan hanya keluarga yang mebantu membuat sesajen untuk
ritual sangiang melainkan masyrakat sekitar juga ikut membantu, dengan demikian
terjalin sikap gotong royong serta rasa
persaudaraan.
No comments:
Post a Comment