S
|
uku
Dayak merupakan salah satu bagian dari ribuan suku yang terdapat di Indonesia, dikenal sebagai penduduk pribumi atau suku asli di Kalimantan yang memiliki banyak sub etnis suku diantaranya adalah suku
Dayak Ngaju, Bakumpai, Maanyan, Lawangan, Tewoyan, Punan, Dusun, Ot Danum,dan suku Dayak Siang
(Yuananto,2008:27). Suku Dayak Siang adalah
suku asli yang mendiami atau tinggal di daerah Puruk Cahu Kabupaten
Murung Raya Provinsi Kalimantan Tengah.
Suku
Dayak Siang merupakan masyarakat agraris sehingga
sebagian besar menggantungkan hidup mereka kepada hasil pertanian. Sejak jaman dahulu suku Dayak Siang sudah mengenal
tentang tata cara bercocok tanam atau bertani dengan cara berladang
berpindah-berpindah tetapi mereka tidak merusak ekosistem dan eksistensi dari
hutan yang di babat untuk lahan (ladang), karena masyarakat
Dayak Siang ini tidak meninggalkan begitu saja bekas ladang mereka namun
ditanami dengan tanaman berupa karet, rotan, gaharu, buah-buahan dan tanaman lainya sehingga bekas ladang
mereka tetap dikelola dan dimanfaatkan secara turun
temurun. Dengan demikian maka pola berladang suku Dayak Siang
tidak merusak lingkungan hidup.
Dalam
keyakinan Suku Dayak Siang yang beragama Hindu Kaharingan percaya bahwa alam jagad
ini ada penghuninya baik yang kasat mata maupun yang tidak
kelihatan atau makhluk halus yang harus dihormati, sehingga di setiap mereka membabat hutan untuk berladang selalu diawali
dengan Upacara Ritual. Salah satu Ritual yang dilakukan
pada proses membuka lahan atau berladang adalah Upacara Noka Tiro yaitu
sebuah Upacara Ritual yang dilaksanakan sebagai pertanda mereka permisi kepada
roh-roh gaib atau penunggu alam lingkungan di sekitar lahan
yang akan mereka garap untuk berladang.
Dalam
Panaturan kitab suci agama Hindu Kaharingan dijelaskan juga tentang Upacara
Ritual untuk menjaga kelestarian alam lingkungann supaya tetap harmonis yang
disebut dengan ‘’Upacara Manyanggar’’ seperti yang terdapat dalam pasal 55 ayat
2 sebagai berikut:
‘’Tanah, air, hutan rimba, semuanya ada wujud kekuatan yang menempati dan memeliharanya, yaitu kekuatan-NYA sendiri, bagi manusia yang
menggunakannya atau menempatinya, ia wajib menghormatinya dan memindahkan
para leluhur tersebut, membuat tempat baru bagi mereka, kegiatan seperti itu disebut Upacara Manyanggar’’.(MB-AHK,2009:417).
Jadi sesuai dengan ayat tersebut maka Ritual Noka Tiro wajib dilaksanakan bagi umat Hindu Kaharingan suku Dayak Siang sebelum membuka hutan sebagai tanda permisi kepada wujud kekuatan gaib yang menempati alam lingkungan di sekitar hutan yang akan dijadikan lahan untuk berladang.
Jadi sesuai dengan ayat tersebut maka Ritual Noka Tiro wajib dilaksanakan bagi umat Hindu Kaharingan suku Dayak Siang sebelum membuka hutan sebagai tanda permisi kepada wujud kekuatan gaib yang menempati alam lingkungan di sekitar hutan yang akan dijadikan lahan untuk berladang.
Apabila upacara
Ritual
Noka Tiro telah dilaksanakan maka langkah selanjutnya adalah membabat
hutan yang kemudian akan dibakar untuk dijadikan lahan sebagai tempat menanam
padi (Rice Field). Dalam hal membakar
ladang atau lahan suku Dayak Siang selalu konsisten menjaga
dan merawat alam lingkungannya, sehingga pada saat membakar ladang (lahan) mereka selalu berjaga-jaga agar api akibat pembakaran
lahan tersebut tidak merembet ketempat lain. Setelah proses
pembakaran lahan telah selesai, mereka
menyiapkan
segala sesuatu yang akan diperlukan pada saat menanam padi, kalau semuanya sudah rampung maka dalam kurun waktu kurang lebih satu
minggu setelah itu akan dilakukan penanaman bibit padi yang dalam bahasa Dayak Siang nya disebut dengan Nukan Paroi (menanam,menugal bibit padi).
Sebelum
bibit padi ditanam atau ditugal ke ladang namun
terlebih dahulu dilaksanakan Upacara Ritual yang disebut dengan ‘’Mura
Bonyi’’. Secara etimologi kata Mura Bonyi
berasal dari bahasa Dayak Siang. Mura artinya ‘’mensucikan’’. Sedangkan Bonyi artinya ‘’bibit padi’’. Jadi yang dimaksud dengan Upacara Mura Bonyi adalah sebuah
Ritual untuk peyucian atau pembersihan bibit padi dari pengaruh yang tidak baik
atau pengaruh negatif sebelum bibit
padi ditanam keladang. Sehingga nantinya bisa mendapatkan
hasil panen yang berlimpah. Proses Upacara tersebut dilaksanakan
pada pagi hari sebelum mata hari memancarkan sinarnya, diawali dengan membawa bibit padi ke ladang kemudian disimpan pada
sebuah tempat yang dibuat menyerupai rumah kecil didirikan tengah-tengah ladang
disebut dengan ’’Tomingnyan/Tomingan’’. Kata Tomingnyan atau Tomingan berasal dari bahasa Dayak Siang yaitu
dari kata ‘’Toming’’
dan ’’Nyan’’. Toming artinya ‘’menyimpan’’, sedangkan kata Nyan artinya ‘’menunjukkan sebuah tempat’’. Yang dimaksud dengan Tomingan adalah sebuah tempat untuk menyimpan atau
meletakan bibit padi sebelum di Upacarai Mura Bonyi dan ditanam (ditugal) ke ladang. Apabila bibit padi sudah rampung diletakan pada sebuah tempat yang
disebut dengan Tomingan maka dilaksanakan Upacara Mura Bonyi oleh Basie (Basir) atau bisa juga dilaksana oleh orang tua yang berpengalaman atau bisa melaksanakan Upacara tersebut.
Adapun sarana dan prasarana maupun sesajen yang
diperlukan dalam upacara tersebut yaitu berupa beras tawur, tapung tawar, satu stel pakaian, satu helai kain (bahalai), sisir, cermin, sirih pinag, pupur/bedak, satu ekor babi, satu ekor ayam, satu butir telor, lemang, bambu, dan satu buah tete sebagai tempat
sesajen. Setelah bibit padi sudah diupacarai (Mura Bonyi) lalu bibit padi ditanam di
sekeliling Tomingan oleh Basie (Basir) pertanda bahwa bibit padi
sudah resmi ditanam di ladang tanpa halangan dan hambatan, kemudian di ikuti oleh warga yang hadir dalam upacara tersebut secara
bergotong royong untuk menanam padi sampai sore harinya, setelah itu mereka pulang ke tempat
masing-masing.
Demikian Upacara Mura Bonyi dilaksanakan sebagai
penyucian atau sebagai penetralisir pengaruh negatif pada bibit padi sebelum ditanam ke ladang supaya bisa tumbuh dan berkembang dengan baik, sehingga si pemilik lahan atau ladang bisa mendapat hasil panen yang berlimpah. Selain sebagai penyucian bibit padi, Upacara ini juga
berfungsi sebagai penghormatan kepada Dewi Padi yang dalam keyakinan Umat Hindu
Kaharingan suku Dayak Siang disebut dengan Dewi Lumpung(Dewi Sri).
No comments:
Post a Comment