K
|
etan yang dihasilkan dari
panen padi ketan yang diperoleh dari perladangan orang dayak, biasanya setiap
orang dayak membuka lahan untuk berladang mereka menyisihkan tempat khusus
sebagai tempat untuk menanam ketan, ketan yang dipakai untuk sesaji biasanya
dipilih ketan yang paling baik dan kebanyak ketan tersebut ditumbuk sendiri
mengunakan halu bukan mengunakan mesin pengilingan yang ada sekarang.
Ketan dalam bahasa sangiang
disebut Pulut Lumpung Penyang, ketan
pada awalnya ada di alam atas merupakan ciptaan Ranying Hatalla dikarenakan
pada saat Raja Bunu berada dialam Khayangan beliau tidak bisa tumbuh dan
berkembang dengan memakan penginangan (menginang), maka diciptakanlah sebuah
makan khusus untuk dirinya
disebuat tempat yang disebut Lalang
Tambagap Langit di Lewu Bukit Batu
Nindan Tarung (Khayangan) sebagai bahan makannya, akan tetapi setalah Raja
Bunu tidak lagi tinggal di Khayangan dan diturunkan ke Pantai Danum Kalinen (Dunia) maka makan yang ada di Lalang Tambagap Langit disisihkan untuk
dibawa diturunkan kedunia, namun setelah sekian lama makan yang dibawa tersebut
telah habis oleh demikian maka Ranying Hatalla Langit dan Jatha Balawang Bulau melalui proses yang
Panjang dengan Bantuan Raja Aking Penyang
dan Putir Selung Tamang menurunkan beras
dan ketan dengan Palangka Bulau Lambayung
Nyahu dalam jumlah yang banyak yaitu tujuh Pati Bahandang Tabala Raja oleh
demikian nama-nama padi pada Suku Dayak sangat beragam dan banyak, yang mana kemudian
setelah beras dan ketan tersebut diterima oleh Raja Bunu dan keturunannya sebagian
ditanam yang sekarang kita kenal dengan Ketan.
Pada umunya ketan dapat
dijadikan berbagai makan tetapi umumnya memiliki dua fungsi yaitu sebagai bahan
sesajen dan juga bahan makan sehari-hari.
1) Ketan Putih
Ketan putih untuk ketan sesajen seperti ketan yang
dimaksud diatas, kemudian ketan tersebut di bersihkan dalam air (ngisai)
setelah selesai maka ketan tersebut dimasukkan kedalam sebuah bambu yang
biasanya dalam bahasa dayak katingan disebut asip, setelah selesai dimasukkan
kedalam bambu lalu bambu tersebut dibakar pada perapian yang sudah disiapkan,
sampai ketan tesebut masak setelah masak maka ketan tesebut diambil dari dalam
bambu dengan cara membuang kulitnya lalu ketan dipotong-potong sesuai dengan
besar piring tempat untuk menyajikannya, ketan disusun bertumpuk-tumpuk
biasanya berjumlah tujuh atau nganjil setelah selesai diatasnya di tabur
parutan kelapan yang dicampur dengan sedikit gula dan garam yang disebut iti
hal itu sama juga pada ketan yang berwarna merah, setelah itu ditambah
aksesoris lain yaitu balusuh dari kelapa yaitu irisan bulatan kepala selain itu
juga ditambah satu buah telur ayam kampung yang bagian kulit atasnya dikupas
sebagian, maka sudah siaplah ketan tersebut dijadikan sesajen.
Ketan putih digunakan untuk sesajen hampir semua
kegiatan upacara umat Hindu Kaharingan, melambang hati yang bersih dan suci
dalam melakukan ritual tersebut. Sehingga mempermudah seseorang dalam
menyampaikan permohonannya.
2) Ketan Merah
Cara pengolahan ketan merah sama dengan ketan putih
yaitu dimasak dibambu dan disajikan dalam piring namun pada ketan merah sangat
jarang diberikan balusuh dan telur ayam, hanya diberikan parutan kelapan, ketan
merah melambangkan keberanian dan kemenangan dalam hal ini apa yang ingin
dicapai oleh seseorang telah menjadi kenyataan, ketan merah pada umumnya
disajikan jika sahur parapah tersebut adalah sahur parapah yang berada di alam
atas.
3) Ketan Hitam
Ketan hitam juga di masak serta disajikan dengan model
yang sama dengan kedua ketan diatas, ketan hitam melambangkan bahwa seseorang
telah melawan hal-hal yang kurang baik baik didalam dan diluar dirinya, ketan
hitam ini melambangkan sesuatu yang negatif jadi ketan ini hanya disajikan pada
ritual-ritual penetralan dari pengaruh-pengaruh roh aktif yang kurang baik
seperti ganan lunuk, ganan kayu himba, nganan sial, dll
4) Lamang
Lamang adalah bahan makanan yang terbuat dari ketan
putih dan dimasak didalam bambu dengan metode yang sama seperti ketiga ketan
diatas tetapi memiliki sedikit perbedaan sehingga menghasilkan rasa yang
berbeda juga, lamang dalam bahasa sangiang disebut lamang tetek lawas pulut atau ada yang menyebutnya lamang panjang pada lamang ini didalam
bambu tempat memasaknya dimasukkan daun pisang yang muda setelah itu ketan
putih yang dimasukkan dicampur dengan santan kelapa yang sudah diberikan gula
dan sedikit garam sehingga membuat ketan menjadi memiliki rasa yang khas, untuk
menyajikan lamang sama halnya dengan ketan tetapi tidak diberikan parutan
kelapa setelah lamang diambil dari bambu, daun pisang yang menempel tadi
dilepas dan lamang disusun sama halnya dengan ketan***
No comments:
Post a Comment