Gambar

Gambar
SELAMAT MEMBACA,HATAMUEI LINGGU NALANTAI HAPANGAJA KARENDEM MALEMPANG

15 July 2014

BATANG GARING DAN PROSES KEHIDUPAN MANUSIA

Batang Garing dan Analogi Tubuh Manusia

B
atang Garing atau dalam bahasa Sangiang sering disebut Batang Haring yang entah mengapa berubah menjadi dari “H” menjadi “G” Garing mungkin dikarenakan dialek bahasa Dayak Ngaju dan jika diterjemahkah kedalam bahasa Indonesia (Pohon Kehidupan) mengapa disebut dengan pohon kehidupan? Karena Haring dalam bahasa Dayak Ngaju dimaksud adalah hidup, contoh Haring Jawau (Pohon singkong yang hidup begito saja), dll dan batang berarti pohon.

Batang garing pada awalnya tidak memiliki deskripsi seperti yang anda lihat saat ini dikarenakan Batang Garing hanya didengar dari tuturan para Basir/Pisor (rohaniawan Hindu Kaharingan) dalam memimpin ritual salah satunya adalah pada ritual Balaku Untung (memohon umur panjang), dalam ritual ini ada tiga leluhur sangiang yang pada akhirnya sampai di tahta (Balai) kuasa Ranying Hatalla dan Jatha Balawang Bulau yaitu Raja Tunggal Sangomang, Raja Mantir Mama Luhing Bungai dan Raja Lingga Rawing Tempun Telun dalam perjalanan tersebut maka Raja Tunggal Sangomang-lah yang menaiki Batang Garing atau disebut Batang Kayu Erang Tinggang. Kemudian dalam prosesi tersebut para Basir/Pisor mendeskripsikan Batang Garing baik dari Akar, Batang, Ranting, Daun, Bungga, Buah dari Pohon tersebut hal itulah yang sekarang kita lihat digambarkan kedalam bentuk sket Batang Garing yang dibuat dengan makna-makna dari apa yang disampaikan oleh para Basir/Pisor.
Sebagaimana salah satunya yang ditulis oleh Teras Mihing, Phd sebagai berikut Pohon Batang Garing berbentuk tombak (Ranying Pandereh Bunu) dan menunjuk ke atas. Pohon ini melambangkan Ranying Hatalla Langit. Bagian bawah pohon yang ditandai oleh adanya guci (Katalatah) berisi air suci yang melambangkan Jatha Balawang Bulau atau dunia bawah. Dengan demikian disampaikan pesan bahwa dunia atas dan dunia bawah pada hakikatnya bukanlah dua dunia yang berbeda, tetapi sebenarnya merupakan suatu kesatuan dan saling berhubungan.

Dahan-dahan pohon berlekuk sedemikian rupa untuk melambangkan Jatha Balawang Bulau sedangkan daun-daun berbentuk ekor burung enggang. Di sini juga dilambangkan bahwa kesatuan itu tetap dipertahankan.

Buah Batang Garing ini, masing-masing terdiri dari tiga yang menghadap ke atas dan tiga yang menghadap ke bawah, melambangkan tiga kelompok besar manusia sebagai keturunan Maharaja Sangiang, Maharaja Sangen, dan Maharaja Bunu. Sekali lagi diingatkan bahwa turunan manusia harus mengarahkan pandangannya bukan hanya ke atas, tetapi juga ke bawah. Dengan kata lain manusia harus menghargai Ranying Hatalla Langit dan Jatha Balawang Bulau secara seimbang. Ditafsirkan menurut pengertian kontemporer, orang Dayak haruslah mampu menjaga keseimbangan antara kepentingan keduniaan dan kepentingan akhirat.

Tempat bertumpu Batang Garing adalah Pulau Batu Nindan Tarung yaitu pulau tempat kediaman manusia pertama sebelum manusia diturunkan ke bumi. Di sinilah dulunya nenek moyang manusia, yaitu anak-anak dan cucu Maharaja Bunu hidup, sebelum sebagian dari mereka diturunkan ke bumi ini. Dengan demikian orang-orang Dayak diingatkan bahwa dunia ini adalah tempat tinggal sementara bagi manusia, karena tanah air manusia yang sebenarnya adalah di dunia atas, yaitu di Lawu Tatau. Dengan demikian sekali lagi diingatkan bahwa manusia janganlah terlalu mendewa-dewakan segala sesuatu yang bersifat duniawi.

Pada bagian puncak terdapat burung enggang dan matahari yang melambangkan bahwa asal-usul kehidupan ini adalah berasal dari atas. Burung enggang dan matahari merupakan lambang lambang-lambang Ranying Mahatala Langit yang merupakan sumber segala kehidupan.
Selain melambangkan bagian dari kehidupan spritual dimasa itu dan sekarang seperti dijelaskan diatas Batang Garing juga melambangkan bagian dari diri kita sendiri (manusia) karena dalam berbagai prosesi yang dilakukan tidak terlepas dari hal yang sebenarya ada pada diri manusia itu sendiri, maka kita mendengar ada sebuat kalimat “Sapanyewu, Sapanekap. Sapanekap, Sapanyewu” bagaimana yang dimaksud?

Batang Garing Proses Manusia Dari Hidup Sampai Meninggal

Maka tidak salah nama Batang Garing (Pohon Kehidupan) ini juga melambangkan bagaimana manusia itu hidup dan ada didunia ini, dalam hal ini dimulai dari Lime Sarahan dalam Pelek Rujin Pangawin dalam proses perkawinan/pernikahan merupakan awal perjalanan Sangku yang tersebut Ranying Hatalla Katamparan, Langit Katambuan, Petak Tapajakan, Nyalung Kapanduai, Katalatah Padadukan. Sekilas diterjemahan dalam bahasa yang bebas tidak memiliki makna yang khusus tetapi dalam hal ini Sarahan ini memiliki makna yang besar yaitu proses awal adanya kehidupan yang bermakna, Ayah adalah Langit, Ibu adalah Bumi dan bagaimana semuanya disatukan untuk menjadi sebuah kehidupan. Sebelum memaknai mengapa dikatakan ayah adalah langit, ibu adalah bumi, dst dalam kepercayan Hindu Kaharingan dijelaskan bahwa ada tiga Roh/Zat yang membuat manusia itu Hidup mereka adalah Balawang Panjang Ganan Bereng (merupakan Zat Ayah) yang mana dalam kehidupan nyata kita sekarang menyatu dalam daging, Karahang Tulang Ganan Bereng (merupakan Zat Ibu) dalam kehidupan nyata kita sekarang menyatu tulang atau kerangka tubuh bilamana hanya ada darah daging dan tulang tanpa adanya roh maka manusia itu mati atau tidak mampu melakukan aktivitasnya maka dari itu ada satu Zat penting yang dapat membuat aktivitas/kehidupan yang disebut Panyalumpuk Entang/Panyalumpuk Hambaruan (merupakan Zat Tuhan) roh Jiwa atau “Hambaruan” (Dalam Bahasa Dayak Ngaju) dalam hal ini nanti akan berkitan dengan prosesi-prosesi ritual yang dilakukan dari awal kehidupan (ketika ibu mengandung) yaitu prosesi Palenteng Kalangkang Sawang (ketika usia kehamilan 3 bulan), Nyakit Ehet/Dirit (usia kehamilan 5-7 bulan), Mangkang Kahang Badak (usia kehamilan 9 bulan) sampai Nahunan (Pembaktisan/Pemberian Nama) serta ketika dia Dewasa dan menikah mulai dari Jalan Hadat dan Prosesi Tawur Santang sampai akhirnya manusia tersebut “Buli Hatalla” (meninggal dunia) yaitu melewati Penguburan, Tantulak Ambu Rutas Matei dan Tiwah.

Kembali pada Batang Garing yang terlihat dideskripsi sekarang semua berpusat pada bagian Balangga/Katalatah (guci bhs. Indo), Katalatah Padadukan dimaksud dalam Lime Sarahan adalah penyangga kehidupan yang merupakan tempat berprosesnya terjadi kehidupan mengapa demikian karena bentuk Balangga yang sama dengan bentuk rahim, selain itu juga pada Balangga dalam berbagai prosesi selalu diisikan air. Setelah menganalogikan Balangga (guci) adalah rahim dalam Batang Garing, maka tidak akan ada kehidupan pohon (Batang Kayu) jika tanpa langit (api dan udara) dan bumi (tanah) serta air (Nyalung Kapanduai) air yang dimaksud disini adalah air kehidupan dalam Bahasa Sangiang disebut Danum Nyalung, Kaharingan Belum setelah semua itu lengkap maka akan memunculkan pohon (Kehidupan), maka sama halnya dengan manusia yang melakukan hubungan intim setelah pernikahan, yaitu ketika Ayah (langit) mengeluarkan zat berupa sperma dari dalam testinya dengan ibu (bumi) mengeluarkan Ovum dari Ovarium, tanpa adanya air (Nyalung) maka sperma tidak akan mencapai Ovum untuk terjadinya pembuahan (Nyalung tersebut ada atas pemberian Ranying Hatalla dan Zatha Balawang Bulau), walaupun demikian jika hanya ada zat ayah dan ibu maka hanya terbentuk kumpulan daging dan tulang saja dan tidak akan hidup maka untuk menghidupinya diberikan Panyalumpuk Entang/Panyalumpuk Hambaruan maka muncullah kehidupan dalam hal ini dipahami dalam Batang Garing setelah Guci (Balangga) maka ada Tombak yang dalam dalam bahasa Sangiang disebut Ranying Kapendereh Bunu (Rawayang Kawit Kalakai) merupakan sentral dalam bagi Batang Garing begito juga dengan manusia tulang belakang (vertebra) merupakan sentra saraf pengatur kehidupan yang merupaka awal batang kehidupan yang muncul pada embrio. Setelah hal tersebut maka kemudian ada berbagai organ pelengkap pada manusia dan begito juga pada Batang Garing..........Bersambung.

No comments: