Gambar

Gambar
SELAMAT MEMBACA,HATAMUEI LINGGU NALANTAI HAPANGAJA KARENDEM MALEMPANG

14 July 2014

BAHASA SANGIANG: LELUHUR DAYAK HINDU KAHARINGAN TERNYATA PUITIS

Basir Memimpin Balian

S
uku Dayak yang tersebar di beberapa bagian pulau Kalimantan memiliki beragam budaya dan bahasa. Keragaman budaya dan bahasa tersebut tentunya melahirkan keunikan tersendiri bagi negeri ini. Dalam hal bahasa, salah satu bahasa kuno yang kini masih bertahan di kalangan masyarakat Hindu Kaharingan di Kalimantan Tengah adalah bahasa Sangiang. Bahasa Sangiang adalah bahasa yang hanya digunakan dalam ritual keagamaan masyarakat Hindu Kaharingan di Kalimantan Tengah. Bahasa Sangiang tidak lagi digunakan dalam komunikasi verbal sehari-hari. Bahasa Sangiang kini hanya bisa ditemukan secara tertulis dalam Kitab Suci Panaturan dan mantra Tawur serta balian yang telah dibukukan (hingga saat ini tidak semuanya telah dibuat tertulis), selebihnya bahasa Sangiang hanya bisa didengar ketika para Basir atau Pisor (rohaniawan Hindu Kaharingan) menuturkan mantra – mantra ritual pada upacara keagamaan.
Dalam konstruksinya sebagai sebuah bahasa, bahasa Sangiang sebenarnya memiliki keunikan tersendiri jika dibandingkan dengan bahasa sehari – hari lainya. Kenyataan tentang keunikan bahasa Sangiang yang digunakan dalam tuturan atau mantra ritual suku Dayak Kalimantan Tengah ini pertama kali dicatat oleh seorang penerjemah Injil bernama Harderland dalam sebuah karangan yang berjudul Versuch einer Grammatik der Dajacksen Sprache pada tahun 1858. Dalam karangannya tersebut Harderland mengungkapkan bahwa ”sifat basa Sangiang puitis, penuh penggambaran makna, berkaitan dengan ritme (irama) dan unsur paralelnya yang pendek, bentuk ini menyerupai bahasa penyair Ibrani”. Dalam catatannya Harderland juga mengklasifikasi bahasa Sangiang yang juga disebut dengan sebutan bahasa roh, bahasa suci, dan basa Sangiang dalam 3 (tiga) unsur, yaitu kata-kata Dayak sehari-hari atau juga sedikit diubah; kata-kata Melayu, juga agak diubah, dan; kata-kata khusus yang pemakaiannya tidak terbatas pada bahasa suci saja.
Pada tahun 1859, Harderland juga menyusun sebuah kamus yang memuat sekitar 900 kata dari basa Sangiang ini. Kemudian pada tahun 1966 seorang peneliti berikutnya, Schärer membuat sebuah penelitian tentang bahasa Sangiang dengan menggunakan bahan teks dari Harderland. Schärer menemukan bahwa kata-kata sehari-hari bahasa Dayak pada zaman Harderland telah berubah menjadi basa Sangiang dalam jarak waktu 100 (seratus) tahun di tempat Schärer melakukan penelitian. Hasil dari pengamatan ini bukan berarti bahwa secara keseluruhan kosa kata basa Sangiang telah berubah secara radikal dan total, namun paling tidak hal tersebut telah menunjukan bahwa karena terjadinya perubahan dalam bahasa sehari-hari dan kebudayaan kelompok-kelompok Dayak Ngaju, hubungan antara basa Sangiang dan bahasa sehari-hari juga berubah. Hal ini mengindikasikan juga bahwa kata – kata yang terdapat dalam bahasa Sangiang pada awalnya adalah kata – kata sehari namun karena keberadaan kata – kata tersebut bertahan dan statis dalam tuturan atau mantra ritual, maka tidak mengalami perubahan sebagaimana perubahan yang terjadi pada kata – kata dalam bahasa sehari – hari.
Bahasa Sangiang atau basa Sangiang yang digunakan dalam tuturan atau mantra ritual memiliki keunikan yang terletak pada sifatnya yang puitis dan bentuknya yang berulang – ulang dan berpasang-pasangan (istilah linguistik disebut dyadic) yang menurut versi Basir (rohaniwan Hindu Kaharingan) disebut sebagai bahasa bawi (bahasa perempuan) dan bahasa  hatue (bahasa laki-laki). Konsep berpasangan yang terdapat dalam bentuk kalimat, klausa, frase, dan kata ini merupakan suatu kewajiban dalam bahasa Sangiang selain untuk menciptakan makna-makna kiasan yang puitis dan untuk menciptakan kesepadanan bunyi yang harmonis juga untuk menjaga keseimbangan penggunaan basa bawi dan basa hatue dalam setiap percakapan. Konsep ini sejalan juga dengan prinsip kehidupan yang selalu berpasang – pasangan, seperti atas – bawah, sedih – bahagia, siang – malam, dan lain – lain.
Hampir setiap hal (nama orang, benda, tempat, dan lain –lain) dalam bahasa Sangiang diungkapkan dengan kata kiasan yang memuat lebih dari 1 (satu) kata. Sabagai contoh kata ”Ayah” dan ”Ibu” disebut dengan tingang apang dan burung indang (tingang ”burung Enggang”, apang ”ayah”, dan burung ”burung”, indang ”ibu”), ”alam semesta” disebut dengan pantai danum kalunen luwuk kampungan bunu. Secara terpisah pantai danum kalunen ”tanah air manusia” sudah menggambarkan makna kiasan yang berarti alam semesta, namun kemudian demi untuk menciptakan rasa puitis dan untuk menjaga keseimbangan penggunaan basa bawi dan basa hatue, makna sinonimnya diulang lagi dengan kata-kata berbeda yaitu luwuk kampungan bunu ”lubuk kampung Bunu”
Kata-kata yang digunakan dalam variasi kiasan biasanya mengacu kepada alam semesta, tumbuh-tumbuhan, hewan, sungai, dan unsur-unsur lain yang berada di lingkungan kehidupan masyarakat Dayak itu sendiri. Misalnya ”Tuhan” dalam bahasa Sangiang disebut Ranying Hatalla Langit, Raja Tuntung Matan Andau, Tuhan Tambing Kabunteran Bulan.  Dalam penyebutan Tuhan secara puitis tersebut diungkapkan dengan memuat 3 (tiga) unsur alam, yaitu langit (langit), matan andau (matahari), dan bulan (bulan), sedangkan dalam percakapan sehari-hari Tuhan itu disebut Hatalla saja. Contoh kata lain ialah dalam penyebutan air suci yang digunakan dalam upacara ritual disebut dengan lengkap danum nyalung kaharingan belum (danum ’air’, nyalung ’air’, kaharingan ”kehidupan”, belum ”kehidupan/hidup”, diterjemahkan secara bebas berarti air suci kehidupan. Pengulangan makna bersinonim nampak lazim dalam bahasa Sangiang.
Contoh kalimat berpasangan bahasa Sangiang bisa dilihat dalam salah satu bunyi ayat Tawur berikut:
(1a.) Ela bitim tarewen matei kalabuan jaringku nduan ambun andau tuh, (1b.) Isen balitam sabanen nihau kalapetan karahku matuk dinun kalamau katun
Makna kalimat (1a) adalah “Jangan dirimu terkejut mati keluar dari jari – jariku pada saat hari ini” dan dengan makna yang sama diulang lagi pada kalimat (1b) “Jangan Engkau terkejut mati keluar dari ujung jari tanganku saat ini”
Penulis merekomendasikan jika ingin menerjemahkan bahasa Sangiang dengan cara yang lebih gampang adalah dengan memilah kalimat tesebut secara berpasangan, dan lalu terjemahkan lurus kata per kata pada kalimat pertama, maka secara otomatis akan ditemui makna yang sama dalam kalimat berikutnya, (seperti contoh di atas). Meski tidak jarang jumlah sebaran katanya tidak sama, tapi secara umum memiliki kesetlian makna.
Eksistensi bahasa Sangiang merupakan realitas budaya yang merupakan hasil dari ide kreatif leluhur masyarakat Hindu Kaharingan yang mencerminkan budaya atau pola kehidupan masyarakat pendukungnya. Samudera makna memang begitu dalam, apalagi jika dikaitkan dengan budaya, ada banyak makna yang mengandung nilai – nilai positif dan masih relevan bagi kehidupan manusia di dunia kini. Maka ajakan untuk menjaga dan melestarikan seni budaya dan bahasa sebagai warisan leluhur sebuah suku bangsa sebenarnya bukanlah sekedar bukti apresiasi terhadap leluhur belaka, namun lebih dari itu, nilai tuntunan hidup, etika, pelestarian lingkungan, keagungan Ranying Hatalla Langit, dan nilai-nilai positif lain yang berada di balik wacana ritual keagamaan Hindu Kaharingan tersebut sepatutnya diilhami dan dilestarikan. Seperti halnya sebuah pepatah usang berikut ini nampaknya masih relevan untuk dijadikan prinsip dalam memperjuangkan kemajuan Hindu Kaharingan, untuk kebaikan tentunya. Pantang mundur manetes hinting bunu panjang, isen mulang nantesan kamarau ambu ”pantang menyerah dalam berjuang”.
(Oleh : Sastriadi U Bunu)

2 comments:

Unknown said...

wahai engkau saudara2ku suku dayak keharingan yang berada nan jauh di sana salam sejahtra,damai selalu buat saudara2ku yang ada disana salam dari saudaramu yang ada di bali nyoman sudarma mudah2an suatu saat nanti saya bisa bertemu dengan saudara2 yg ada disana om shanti shanti shanti om

Unknown said...

om swastyastu...
nama saya ningrum. saya tinggal di sidoarjo, jawa timur.
apakah ada nomer kontak yang bisa saya hubungi?
apakah saya bisa minta tolong. saya sedang mencari kabar sahabat saya yang sudah sangat lama tidak berkabar.
yang saya ingat dia tinggal di Palangkaraya. dan pernah bercerita tentang Hindu Kaharingan.
saya sudah lama mencari kabarnya. semoga bisa berkabar lagi.
dulu ayah beliau dan kakaknya pernah menginap di rumah saya.
tapi setelah itu hanya sekali dia menghubungi saya. dan menghilang...
mohon bantuannya...
ini kontak saya ningrumkhrisna@yahoo.com
terimakasih banyak.
om shanti shanti shanti om