Gambar

Gambar
SELAMAT MEMBACA,HATAMUEI LINGGU NALANTAI HAPANGAJA KARENDEM MALEMPANG

12 July 2014

KERAJAAN MAANYAN (KERAJAAN NANSARUNAI)



D
alam sejarah lisan suku Dayak Maanyan, Nansarunai adalah sebuah kerajaan pada saat suku Dayak Maanyan mengalami puncak kejayaannya diperkirakan berlangsung sepanjang paroh abad ke 14(1309-1358). Berdasarkan penuturan beberapa tokoh adat dan tokoh masyarakat Dayak Maanyan, kerajaan Nansarunai pernah berdiri di sekitar Candi Agung, Pasar Arba(Amuntai, Kab. Hulu Sungai Utara). Pada awalnya Nansarunai dipimpin oleh Dato Sapuluh dan Dara Sapuluh, yang kemudian berturut-turut dipimpin oleh Raden Japutar Layar dan dibantu oleh para Uria dan Patis. Setelah itu Raden Japutar Layar diganti oleh Raden Neno, dan raja Nansarunai yang ketiga dan terakhir bernama  Raden Anyan(Ammah Jarang) atau dengan gelar Datu Tatuyan Wulau Miharaja Bapangkat Amas.  Digambarkan, Kerajaan Nansarunai adalah sebuah kota bandar yang sangat ramai, kaya raya, dan sekaligus sebagai kota budaya. Sebagai kota Bandar, Nansarunai berada ditepi sebuah sungai besar, dimana setiap harinya kapal-kapal asing selalu bersandar di Nansarunai untuk membeli hasil hutan, pertanian, dan perkebunan. Di lukiskan dalam bahasa Maanyan bagaimana banyaknya kapal yang bersandar di bandar Nansarunai: tihang ajung nyalah hannar pungur, tali dandan  nimbang rerep uei(tiang layar kapal bagaikan pepohonan, tali temali layar kapal bagaikan rotan). Di samping kapal-kapal Cina, Melayu, Arab, juga ada kapal-kapal dari Majapahit yang sering bersandar di bandar Nansarunai. Sebagai kota budaya, Nansarunai tidak pernah sepi dari pertunjukan budaya dan acara menyabung ayam di manguntur. Dikatakan pula oleh penutur, bahwa banyak sekali tamu asing yang ikut menyaksikan pertunjukan seni dan budaya serta sabung ayam, baik pada siang maupun malam hari. Keramaian di manguntur juga sering dilukiskan seperti ini: manguntur nyalah harek jatuh, kudalangun alang rakeh riwo.(manguntur selalu riuh rendah bagaikan suara ratusan orang).


Namun pada saat kerajaan Nansarunai sedang berada pada puncak kejayaannya pada tahun 1358, Nansarunai mengalami kehancuran. Ada dua versi penyebab jatuhnya Kerajaan Nansarunai tersebut. Versi pertama mengatakan bahwa hancurnya Nansarunai adalah akibat diserang oleh prajurit Majapahit, sebagai upaya mereka untuk menakluk Nansarunai karena kaya akan hasil buminya dan dianggap membahayakan kerajaan Majapahit yang berada di Pulau Jawa. Akibat dari hancurnya Nansarunai itu, semua bangunan kerajaan, manguntur dan rumah penduduk habis terbakar, sehingga alat-alat perlengkapan upacara adat dan benda-benda budaya habis dirampas oleh prajurit Majapahit. Raja Raden Anyan(Ambah Jarang) pun ikut meninggal dunia bersama beberapa penduduk yang belum sempat melarikan diri. Yang masih hidup hanya tinggal beberapa tokoh masyarakat dan tujuh pimpinan adat(Uria Pitu).  Tentang hancurnya Nansarunai itu, dilukiskan dalam bahasa Maanyan: Tuu riu mate erang ngakatanjung taping, ngulin ranu rueh lakarantau hanyut. Daya Nansarunai takam galis kuta apui, ngamang talam haut jarah sia tutung. Manguntur takam galis eme angang, kudalangun takam jarah maku lungkang(Air mata tak tertampung lagi banyaknya mengenang Nansarunai habis dilalap api dan manguntur telah ditumbuhi oleh rerumputan). Hancurnya Nansarunai yang dibangga-banggakan itu dikenal di kalangan Dayak Maanyan dengan: Nansarunai usak Jawa. Artinya Nansarunai diserang oleh orang-orang dari pulau Jawa(maksudnya prajurit Majapahit).  Versi kedua, jatuhnya Nansarunai adalah akibat terdesak oleh pendatang baru, khususnya suku Melayu yang semakin hari semakin banyak dan membawa adat-istiadat dan kepercayaan yang berbeda. Karena ketidakcocokan tersebut akhirnya suku Dayak Maanyan semakin terdesak dari Nansarunai ke pedalaman, tepatnya daerah Kabupaten Barito Timur saat ini.

Cerita tentang Nansarunai Usak Jawa ini tidak mudah dilupakan oleh Dayak Maanyan, karena Nansarunai telah mengukir sejarah dan kenangan yang sulit untuk dilupakan. Kita boleh sangsi tentang keberadaan Nansarunai, namun cerita tentang Nansarunai Usak Jawa selalu terdengar lewat hiang wadian(shaman chants) tumet leut, enra janyawai(tradisional songs) dan ngalakar(oral history) pada upacara perkawinan dan kematian. Atau sering pula disinggung dalam percakapan sehari-hari untuk mengingatkan anak-anak muda agar mereka tidak melupakan sejarah. Setiap saat orang Maanyan selalu diingatkan lewat sejarah lisan dan lagu-lagu tradisional bahwa Nansarunai adalah kerajaan Dayak Maanyan tempo dulu yang sangat megah, kaya raya, mewah, indah dan jaya. Seringkali dalam lagu-lagu daerah yang dinyanyikan pada saat acara Turus Tajak(perkawinan) terlukis adanya keinginan kolektif orang Maanyan untuk kembali ke masa lalu dan membangun kembali Nansarunai yang sudah hancur berantakan tersebut. Misalnya: Ekat hantek awe unru datu hawi mamurentah, ungken pita mahuraja jaku nawu lengan. Nampan Nansarunai takam mudi kalamula, ngamang talam takam mantuk alang ire. (Kapan orang Maanyan yang pintar datang menjadi pemimpin, agar Nansarunai kita dapat dibangun kembali).

Setelah jatuhnya Nansarunai, akhirnya tujuh pimpinan adat(Uria Pitu) memutuskan untuk berpisah dan pergi ke tempat-tempat yang berbeda. Menurut penuturan bahwa:
Uria Dambung Napulangit pergi ke  Telang-Siong(Paju Epat).
Uria  Rena (Uria Mapas) pergi ke daerah Paju Dime dan Paju Sapuluh
Uria Rantau pergi ke daerah Paku Karau(Dusun Tengah)
Uria Biring pergi ke daerah Dayu
Uria Ponneh pergi ke daerah Barito( Dusun, Taboyan, dan Lawangan)
Uria Pulanggiwa pergi ke daerah Kapuas dan Kahayan
Uria Buman pergi ke Kalimantan Selatan(Tabalong, Rantau dan Kayutangi).

Menurut ceritanya, masing-masing Uria ini membawa Hukum Adat yang berlaku di Nansarunai. Namun karena perjalanan waktu dan kondisi sosial dimana mereka berada, banyak diantara Uria itu menyesuaikan pelaksanaan Hukum Adat yang mereka bawa. Dari ketujuh Uria itu, hanya Uria Dambung Napulangit yang tetap konsisten melaksanakan hukum adat Nansarunai seperti ijambe, setibanya di daerah Paju Epat. Sebagai akibat dari perpisahan Uria Pitu tersebut, maka suku Dayak Maanyan pun terbagi ke dalam empat sub suku, yaitu: Maanyan Paju Epat; Maanyan Paju Sapuluh, Maanyan Paju Dime dan Maanyan Paku Karau. Kendatipun ada empat pembagian sub suku demikian, tetapi kesatuan dan persatuan diantara mereka tetap kental dan dipelihara dengan baik. Sebagai bukti, pipakatan itu dapat dilihat pada Kerukunan Warga Dusun, Maanyan dan Lawangan di Kota Palangka Raya.

Setelah perpisahan ke tujuh Uria itu, akhirnya Perkembangan suku Dayak Maanyan terjadi dengan pesat di daerah Kabupaten Barito Timur sekarang ini. Sedangkan perkembangan suku Dayak Maanyan di daerah Kecamatan Dusun Tengah dan Barito Selatan adalah sebagian mereka yang bermigrasi dari daerah Barito Timur untuk mencari daerah baru sebagai tempat berusaha atau karena ikatan perkawinan.

Lebih dari tiga puluh delapan tahun Kabupaten Barito Timur, berstatus sebagai Kabupaten Administratif Barito Timur dan selama periode itu pula keadaan masyarakat Barito Timur kurang mendapat perhatian dari pemerintah, khususnya dalam bidang politik dan pemerintahan.  Lalu, mulai 2 Juli 2002, status Kabad Barito Timur, berubah menjadi Kabupaten Barito Timur dengan ibu kota Tamiang Layang. Perubahan status ini merupakan kebanggaan yang luar biasa bagi masyarakat Barito Timur. Berdirinya Kabupaten Barito Timur  ibarat berdirinya sebuah Nansarunai Wau(Nansarunai Baru) bagi masyarakat Barito Timur, khususnya Dayak Maanyan. Kebanggaan yang luar biasa itu ingin mereka wujudkan pula dengan tampilnya seorang pemimpin(Bupati) yang memang berasal dari keturunan Nansarunai(Umpu Kakah). Sudahkan masyarakat Barito Timur menyiapkan seorang Umpu Kakah yang dapat dibanggakan dan dapat diandalkan untuk memimpin Nansarunai Wau ?. Para Umpu Kakah yang berada di perantauan sangat mengharapkan agar Nansarunai Wau betul-betul dapat diwujudkan dan dipimpin oleh seorang Umpu Kakah yang dapat menjamin eksistensi identitas etnik dan budaya, serta kelangsungan hidup generasi Umpu Kakah selanjutnya.  Ingat, bahwa maju-mundurnya masyarakat Barito Timur sangat ditentukan oleh adanya pipakatan dan bukan oleh sifat yang hanya mencari keuntungan sesaat atau menggadai tane ranu. Saat ini, pipakatan, sangat penting. Namun apabila ada diantara Umpu Kakah yang mementingkan diri sendiri, dan mengabaikan masa depan anak cucunya, maka sangat mungkin bahwa kejatuhan Nansarunai akan terulang kembali. Renungkan perkataan Martin Luther King, Jr: Unless we learn how to live together, as brothers and sisters, we shall die together as fools ( Kalau kita tidak mau belajar untuk hidup bersama sebagai saudara, maka kita akan mati konyol seperti orang bodoh). Sebagai penutup dan sebagai penggugah solidaritas para Umpu Kakah dalam mempersiapkan seorang figur Umpu Kakah sebagai calon Bupati Kabupaten Barito Timur, berikut disajikan pesan Kakah Warikung dan Itak Ayan untuk kita semua:

Ware patategei tangan takam mamai gunung padu um’mu, pakakawit kingking takam nungken watu sukat panjang.
Nampan kaamuan takam Nansarunai wau, kaantangun takam ngamang talam hanyar.
Nampan murumitif yiri Nansarunai rami, nampan muruminim yiri ngamang talam raya.
Nampan la manguntur takam kala harek jatuh, kuda langun takam alang rakeh riwo.

(Oleh : Prof. Kumpiady Widen)

No comments: