Gambar

Gambar
SELAMAT MEMBACA,HATAMUEI LINGGU NALANTAI HAPANGAJA KARENDEM MALEMPANG

14 July 2014

HINDU KAHARINGAN JARANG BICARA TENTANG SORGA DAN NERAKA

Sorga dan Nereka Dalam Imaginasi Berbagai Agama

D
ua Dunia (dunia kehidupan dan setelah kehidupan)
Pada umumnya ada dua dunia yang menjadi tujuan agama, yaitu dunia kehidupan saat ini dan dunia setelah kehidupan atau dunia akhirat. Dunia kehidupan saat ini dalam kitab Suci Panaturan disebut Pantai Danum Kalunen, Luwuk Kampungan Bunu yaitu dunia atau alam kehidupan manusia saat ini, dunia ini juga diungkapkan sebagai lewu injam tingang rundung nasih nampui burung yaitu dunia fana yang sifatnya semantara saja dan tidak kekal dari kematian, ketika saatnya tiba maka setiap yang hidup di dunia ini akan pergi meninggalkan dunia dan segala yang dimilikinya selama hidup untuk selama – lamanya (mati).
Dunia setelah kehidupan atau dunia akhirat adalah dunia yang akan dihuni kelak oleh semua yang telah mati. Secara umum agama – agama mengklasifikasi dunia setelah kehidupan menjadi sorga dan neraka (khususnya Islam dan Kristen). Sorga adalah dunia yang digambarkan penuh dengan kebaikan, keindahan, dan kenyamanan yang hanya akan diberikan kepada orang yang telah melakukan kebaikan serta melaksanakan ajaran agamanya (ibadah) dengan benar selama menjalani kehidupannya di dunia fana. Sementara neraka adalah kebalikan dari sorga, yaitu sebuah tempat hukuman berupa siksaan bagi manusia yang telah melakukan kejahatan dan mengabaikan ajaran agamanya selama menjalankan kehidupan di dunia fana. Neraka digambarkan sebagai dunia yang penuh dengan api dan penuh dengan penderitaan. Dua dunia (sorga dan neraka) tersebut berbeda tetapi tidak bisa dipisahkan.
Dalam pandangan agama yang meyakini sorga dan neraka, perilaku hidup di dunia kini menentukan tempat hidup kita di akhirat, oleh sebab itu kita tidak jarang mendengarkan kata – kata ancaman jika melakukan kejahatan atau kesalahan akan masuk neraka, begitu juga sebaliknya jika melaksanakan ibadah tertentu, kelak akan mendapatkan jaminan atau hadiah masuk sorga jika seseorang mati (meski dalam Hindu Kaharingan tidak ada doktrin seperti ini).
Mengapa umat Hindu Kaharingan jarang membicarakan tentang sorga atau neraka?
Hindu Kaharingan menyebut dunia setelah kehidupan dengan lewu tatau habaras bulau, habusung hintan, hakarangan lamiang, lewu ije dia rumpang tulang, rundung isen kamalesu uhat yaitu dunia yang penuh dengan kebahagiaan, dunia di mana tidak ada lagi dirasakan kelelahan, sakit dan sebagainya. Jika dibandingkan dengan ajaran Kristen dan Islam, maka lewu tatau hampir sama dengan sorga. Bagaimana dengan neraka? Hampir tidak pernah kita mendengar kata neraka atau sejenisnya disebutkan dalam Kitab Suci Panaturan atau tuturan mantra ritual lainnya. Apakah orang Hindu Kaharingan tidak berminat masuk neraka? Tentu saja.
Ajaran Hindu Kaharingan memang tidak mengenal dunia setelah kematian yang bernama neraka, karena kematian menurut Hindu Kaharingan adalah buli hinje Ranying Hatalla Langit “pulang kembali bersama Tuhan”. Kematian bagi Hindu Kaharingan bukanlah sebuah hukuman, tetapi merupakan janji atau takdir yang telah digariskan oleh Ranying Hatalla Langit (Tuhan) kepada manusia sebagai utus panakan (keturunan) Raja Bunu bahwa ketika saatnya tiba akan kembali kepadaNya.
Raja Bunu adalah saudara kembar tiga dengan Raja Sangen, Raja Sangiang dari ayah Manyamei Tunggul Garing Janjahunan Laut Sahawung Tangkaranan Hariran dan ibu Kameluh Putak Bulau Janjulen Karangan Balimut Batu Kamasan Tambun. Kedua saudaranya, Raja Sangen dan Raja Sangiang beserta keturunannya hidup abadi di Pantai Danum Sangiang (khayangan), sementara keturunan Raja Bunu akan menempati Pantai Danum Kalunen Luwuk Kampungan Bunu (dunia fana). Namun Ranying Hatalla Langit tidak mengabaikan begitu saja nasib  Raja Bunu dan keturunannya, Ranying Hatalla Langit menegaskan bahwa keturunan kedua saudaranya tadi bisa membawa Raja Bunu dan keturunannya kepada Ranying Hatalla Langit. Berikut kutipan Kitab Panaturan
Pasal 29 ayat 4 – 5:
4.  Hete Ranying Hatalla Langit bapander panjang umba Raja Bunu “Tuh Bitim palus panarantang aim, akan ilaluhan kareh manyuang batang petak ije jadi injapaKu, hayak inyewutku jete Pantai Danum Kalunen tuntang panarantang aim te dapit jeha puna bagie matei”.
Disitulah Ranying Hatalla Langit berfirman kepada Raja Bunu “Engkau dan keturunanmu pada saatnya nanti akan diturunkan untuk menempati dunia yang sudah diciptakan yaitu Pantai Danum Kalunen (dunia fana) dan keturunanmu kelak jika waktunya tiba akan menemui kematian”.
5.  Tinai, kuan Ranying Hatalla Langit “Ela Bitim ngumpang basule huangmu nahingan pahariwut raweiku, tarantang aim dia memen bewei, aluh ewen te puna bagin matei, te kareh tege panarantang tambun paharim ije dia tau matei, ije akan haduanan ewen te kareh buli manalih aku”.
Kemudian, Ranying Hatalla Langit berfirman “Jangan pula Engkau merasa kecewa menerima takdirmu, meskipun keturunanmu takdirnya akan mati, mereka tidak usah kuatir, karena keturunan saudara – saudaramu yang hidup kekal dan tidak bisa mati akan menuntun mereka menuju Aku”.
Salahkah menjalani kehidupan dan ibadah hanya untuk tujuan sorga atau neraka?
Bersyukurlah karena ajaran Hindu Kaharingan tidak menetapkan tujuan hidup dan ibadah manusia pada sorga dan neraka, karena jika tujuan agama hanya semata – mata pada kedua hal di atas, maka segala cara akan dilakukan untuk memenuhinya, bahkan hingga mengabaikan nilai – nilai kemanusian. Hindu Kaharingan menetapkan ajaran yang bertujuan untuk kemaslahatan umat manusia secara menyeluruh.
Neraka bagi Hindu Kaharingan pada dasarnya adalah penderitaan hidup. Penderitaan dalam hal ini bersifat rekonstruktif (melakukan perbaikan/penataan kembali), karena penderitaan akan menyadarkan manusia akan kesalahannya untuk kemudian memperbaikinya. Tujuan sorga dan neraka lebih kepada tujuan untuk membangun moralitas dan etika dalam mengembangkan kesadaran dan peningkatan spritualitas manusia. Lalu, mengapa kita tidak boleh mencuri? Mengapa kita tidak boleh membunuh? Apakah Tuhan akan rugi, marah dan sakit hati jika kita membunuh atau mencuri? TIDAK, karena Tuhan adalah maha maha dan maha sempurna, sehingga Tuhan tidak akan marah dan sakit hati kalau kita mencuri atau membunuh, kita tidak boleh melakukan semua itu semata – mata karena perbuatan itu akan menimbulkan kerugian dan penderitaan bagi orang lain. Jadi, bila kita tidak melakukan perbuatan tersebut hanya karena takut pada Tuhan, itu kurang tepat. Perasaan takut pada Tuhan hanya semata-mata berkaitan dengan rasa bersalah, dosa dan perbuatan. Ketakutan pada Tuhan membuat sebagian orang berasumsi bisa menyelesaikan atau meredamnya dengan taat beribadah, seolah-olah Tuhan adalah bapak yang ABS (asal bapak senang). Tapi, jika penekanannya adalah etika moral, demi menjaga hubungan antar-mahkluk (manusia), penghargaan atas hak hidup orang lain, ini lebih rasional dan manusiawi. Karena penderitaan yang dialami orang lain akibat perbuatan kita adalah nyata dirasakan, jadi tidak bisa dikompensasikan (ganti rugi) dengan materi atau pertobatan semata.
Ajaran Hindu Kaharingan lebih menekankan manusia utnuk berpikiran baik agar dapat menimbulkan perkataan yang baik dan diterapkan dalam perbuatan baik kepada sesama manusia, bahkan kepada alam sekitarnya demi kenyamanan dan kebahagiaan seluruh umat manusia di dunia. Ibadah agama menurut Hindu Kaharingan merupakan kewajiban yang dilaksanakan oleh manusia sebagai wujud bhakti kepada Sang Pencipta, bukan karena mengejar sorga. Hindu Kaharingan juga tidak memperkenankan umatnya untuk melakukan segala cara (bahkan dengan melakukan kejahatan dan pembunuhan terhadap sesama) untuk memperoleh sorga. Karena lewu tatau bukanlah hadiah, tetapi tempat kembalinya manusia setelah dia mengarungi samudera kehidupan.
Sorga dan neraka merupakan bagian penting, tetapi bukan yang paling penting bagi umat Hindu. Kedua alam tersebut hanya bisa ditemui setelah badan atau tubuh mati, berarti yang berada di dunia sana hanyalah panyalumpuk hambaruan (roh) bukan badan, ini juga berarti bahwa segala kenyamanan dan keindahan atau pun keburukan penderitaan yang ada di sana hanya kiasan semata karena tidak bisa dirasakan lagi oleh badan manusia. Hindu Kaharingan tidak pernah mengapling atau mengklaim sebagai pemilik sorga yang benar, juga tidak pernah memonopoli jalan keselamatan, tentang umat yang terpilih, ajaran paling benar (sebagaimana ajaran lain). Memang sebaiknyalah demikian, bukankah sebenarnya kebenaran yang sebenarnya adalah relatif. Manusia hanya bisa berbuat maksimal dengan menjalankan kewajibannya untuk menghormati hak-hak orang lain menjalankan ibadah agamanya, bila manusia melanggar hal tersebut berarti juga melanggar kewajibannya terhadap Tuhan. Manusia tidak akan mungkin bisa membalas semua perlakuan Tuhan terhadap manusia, ritual dan ibadah saja tidak cukup. Berikut ini adalah salah satu pampeteh tatu hyang yang kiranya dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan:
Ulun kalunen uka tau – tau mahaga kayun penyang karuhei belum. Belum penyang hinje simpei paturung humba tamburak badehen pakat putar badehen maatuh karangkan lingu, ela sampai penyang pangarak simpei paturung bakuhas tamburak, tau akan gandang tatah kulan ketun ije beken.
Dia narui rawei bajangkang dengan garing kula hasansila, keleh narui rawei balemu mangat uras bujur kabajuran belum sanang mangat.
Umat manuisa agar pandai – pandai menjalani pedoman kehidupan, saling bekerjasama satu sama lain, saling musyawarah, agar bisa menjadi teladan bagi yang lain.
Tidak saling bermusuhan dengan manusia yang lain, lebih baik hidup saling mengasihi agar hidup senang dan bahagia.

(Oleh : Sastriadi U Bunu)

No comments: