Gambar

Gambar
SELAMAT MEMBACA,HATAMUEI LINGGU NALANTAI HAPANGAJA KARENDEM MALEMPANG

03 July 2014

UPACARA RITUAL MURA BONYI SEBAGAI PENYUCIAN BIBIT PADI PADA UMAT HINDU KAHARINGAN SUKU DAYAK SIANG

S
uku Dayak merupakan salah satu bagian dari  ribuan suku yang terdapat di Indonesia, dikenal sebagai penduduk pribumi atau  suku asli di Kalimantan yang memiliki banyak sub etnis suku diantaranya adalah suku Dayak Ngaju, Bakumpai, Maanyan, Lawangan, Tewoyan, Punan, Dusun, Ot Danum,dan suku Dayak Siang (Yuananto,2008:27). Suku Dayak Siang adalah suku asli yang mendiami atau tinggal di daerah Puruk Cahu Kabupaten Murung Raya Provinsi Kalimantan Tengah.                    
Suku Dayak Siang merupakan masyarakat agraris sehingga sebagian besar menggantungkan hidup mereka kepada hasil pertanian. Sejak jaman dahulu suku Dayak Siang sudah mengenal tentang tata cara bercocok tanam atau bertani dengan cara berladang berpindah-berpindah tetapi mereka tidak merusak ekosistem dan eksistensi dari hutan yang di babat untuk lahan (ladang), karena masyarakat Dayak Siang ini tidak meninggalkan begitu saja bekas ladang mereka namun ditanami dengan tanaman berupa karet, rotan, gaharu, buah-buahan dan tanaman lainya sehingga bekas ladang mereka tetap dikelola dan dimanfaatkan secara turun temurun. Dengan demikian maka pola berladang suku Dayak Siang tidak merusak lingkungan hidup.    
Dalam keyakinan Suku Dayak Siang yang beragama Hindu Kaharingan percaya bahwa alam jagad ini ada penghuninya baik yang kasat mata maupun yang tidak kelihatan atau makhluk halus yang harus dihormati, sehingga di setiap mereka membabat hutan untuk berladang selalu diawali dengan Upacara Ritual. Salah satu Ritual yang dilakukan pada proses membuka lahan atau berladang adalah Upacara Noka Tiro yaitu sebuah Upacara Ritual yang dilaksanakan sebagai pertanda mereka permisi kepada roh-roh gaib atau penunggu alam lingkungan di sekitar lahan yang akan mereka garap untuk berladang.
Dalam Panaturan kitab suci agama Hindu Kaharingan dijelaskan juga tentang Upacara Ritual untuk menjaga kelestarian alam lingkungann supaya tetap harmonis yang disebut dengan ‘’Upacara Manyanggar’’ seperti yang terdapat dalam pasal 55 ayat 2 sebagai berikut:
 ‘’Tanah, air, hutan rimba, semuanya ada wujud kekuatan yang menempati dan memeliharanya, yaitu kekuatan-NYA sendiri, bagi manusia yang menggunakannya atau menempatinya, ia wajib menghormatinya dan memindahkan para leluhur tersebut, membuat tempat baru bagi mereka, kegiatan seperti itu disebut Upacara Manyanggar’’.(MB-AHK,2009:417).
Jadi sesuai dengan ayat tersebut maka Ritual Noka Tiro wajib dilaksanakan bagi umat Hindu Kaharingan suku Dayak Siang sebelum membuka hutan sebagai tanda permisi kepada wujud kekuatan gaib yang menempati alam lingkungan di sekitar hutan yang akan dijadikan lahan untuk berladang.  
Apabila upacara Ritual Noka Tiro telah dilaksanakan maka langkah selanjutnya adalah membabat hutan yang kemudian akan dibakar untuk dijadikan lahan sebagai tempat menanam padi (Rice Field). Dalam hal membakar ladang atau lahan suku Dayak Siang selalu konsisten menjaga dan merawat alam lingkungannya, sehingga pada saat membakar ladang (lahan) mereka selalu berjaga-jaga agar api akibat pembakaran lahan tersebut tidak merembet ketempat lain. Setelah proses pembakaran lahan telah selesai, mereka
menyiapkan segala sesuatu yang akan diperlukan pada saat menanam padi, kalau semuanya sudah rampung maka dalam kurun waktu kurang lebih satu minggu setelah itu akan dilakukan penanaman bibit padi yang dalam bahasa Dayak Siang nya disebut dengan Nukan Paroi (menanam,menugal bibit padi).
Sebelum bibit padi ditanam atau ditugal ke ladang namun terlebih dahulu dilaksanakan Upacara Ritual yang disebut dengan ‘’Mura Bonyi’’. Secara etimologi kata Mura Bonyi berasal dari bahasa Dayak Siang. Mura artinya ‘’mensucikan’’. Sedangkan Bonyi artinya ‘’bibit padi’’. Jadi yang dimaksud dengan Upacara Mura Bonyi adalah sebuah Ritual untuk peyucian atau pembersihan bibit padi dari pengaruh yang tidak baik atau pengaruh negatif  sebelum bibit padi ditanam keladang. Sehingga nantinya bisa mendapatkan hasil panen yang berlimpah. Proses Upacara tersebut dilaksanakan pada pagi hari sebelum mata hari memancarkan sinarnya, diawali dengan membawa bibit padi ke ladang kemudian disimpan pada sebuah tempat yang dibuat menyerupai rumah kecil didirikan tengah-tengah ladang disebut dengan ’’Tomingnyan/Tomingan’’. Kata Tomingnyan atau Tomingan berasal dari bahasa Dayak Siang yaitu dari kata ‘’Toming’’ dan ’’Nyan’. Toming artinya ‘’menyimpan’’, sedangkan kata Nyan artinya ‘’menunjukkan sebuah tempat’’. Yang dimaksud dengan Tomingan adalah sebuah tempat untuk menyimpan atau meletakan bibit padi sebelum di Upacarai Mura Bonyi dan ditanam (ditugal) ke ladang. Apabila bibit padi sudah rampung diletakan pada sebuah tempat yang disebut dengan Tomingan maka dilaksanakan Upacara Mura Bonyi oleh Basie (Basir) atau bisa juga dilaksana oleh orang tua yang berpengalaman atau bisa melaksanakan Upacara tersebut.
Adapun sarana dan prasarana maupun sesajen yang diperlukan dalam upacara tersebut yaitu berupa beras tawur, tapung tawar, satu stel pakaian, satu helai kain (bahalai), sisir, cermin, sirih pinag, pupur/bedak, satu ekor babi, satu ekor ayam, satu butir telor, lemang, bambu, dan satu buah tete sebagai tempat sesajen. Setelah bibit padi sudah diupacarai (Mura Bonyi) lalu bibit padi ditanam di sekeliling Tomingan oleh Basie (Basir) pertanda bahwa bibit padi sudah resmi ditanam di ladang tanpa halangan dan hambatan, kemudian di ikuti oleh warga yang hadir dalam upacara tersebut secara bergotong royong untuk menanam padi sampai sore harinya, setelah itu mereka pulang ke tempat masing-masing.
Demikian Upacara Mura Bonyi dilaksanakan sebagai penyucian atau sebagai penetralisir pengaruh negatif pada bibit padi sebelum ditanam ke ladang supaya bisa tumbuh dan berkembang dengan baik, sehingga si pemilik lahan atau ladang bisa mendapat hasil panen yang berlimpah. Selain sebagai penyucian bibit padi, Upacara ini juga berfungsi sebagai penghormatan kepada Dewi Padi yang dalam keyakinan Umat Hindu Kaharingan suku Dayak Siang disebut dengan Dewi Lumpung(Dewi Sri).

No comments: