Gambar

Gambar
SELAMAT MEMBACA,HATAMUEI LINGGU NALANTAI HAPANGAJA KARENDEM MALEMPANG

12 July 2014

BERDO'A DALAM HINDU KAHARINGAN


B
erdo’a merupakan salah satu cara berhubungan dengan kekuatan yang Maha Agung (Ranying Hatalla) Tuhan Yang Maha Esa, berdo’a sejauh yang dipraktekkan sekarang oleh Umat Hindu Kaharingan dengan dua cara yaitu dengan media dan atau tanpa media.
Berdo’a dengan media adalah berdo’a mengunakan bahan seperti beras atau dalam Bahasa Sangiang disebut Behas Manyangen Tingang dalam prosesi ini sebagian besar digunakan oleh Rohaniawan seperti Handepang Telun, Basir, Pisor,dll walaupun tidak menutupi kemungkinan siapapun bisa melakukanya sesuai dengan tingkat dan kemampuannya.

Bedo’a dengan tanpa media dimaksud adalah tanpa mengunakan media beras, dll. Berdo’a dengan mengunakan hakikat dari suara dan permohonan yang tulus. Berdo’a model ini adalah mengerakan roh suara dari dalam diri kita sendiri yang disebut Bahing Timang (roh penguasa suara), Perjalanan Bahing Timang yang dikeluarkan oleh sang pendo’a di-ibaratkan sebuah perjalanan seorang tukang pos yang yang menyampaikan surat dari pengirim pesan kepada penerima pesan, agar tukang pos tersebut dapat menjalankan tugas ada beberapa hal yang perlu diperhatikan begito juga dalam melakukan do’a dalam kepercayaan Hindu Kaharingan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, karena sesungguh pesan yang disampaikan adalah pesan yang suci. Diantara hal-hal tersebut diatas yaitu diantaranya kata awal, atau kata pembuka dapat berbentuk ehem, iiiii, inanjuri, karena dalam sabdhanya Ranying Hatalla kata ehem, iiiii, inanjuri adalah kata yang berbentuk huruf hidup sehingga segala sesuatu didalam diri manusia di bangunkan untuk menyampai pesan yang baik.
Bagaimana berdo’a untuk mengeluarkan Bahing Timang?

Berdo’a itu sudah merupakan dal yang biasa kita lakukan dalam ibadah Basarah dan atau berdo’a secara pribadi (berdo’a bisa diibaratkan balaku atau bahajat) tetapi tidak ada salahnya untuk dibahas pada tulisan ini, dalam melakukan do’a biasa (tanpa media) HAKEKATNYA sama seperti do’a yang dilakukan oleh Rohaniawan (dengan media) yaitu Mampisik Bahing Timang, (membangunkan roh suara) menyampaikan peteh (do’a) itu sendiri dan Pambuli Bahing Timang (mengembalikan roh suara pada tempat asalnya ditengorokan).
Mampisik Bahing Timang dalam kalimat do’a yang sering kita ucapkan adalah Inanjuriku Bahing Nganan Tandak……………………………dstnya sampai pada ucapan Palus naturung Balai Bulau Napatah Hintan Sali Padadusan Ranying Hatalla Langit, kata inti dari pengucapan ini adalah kata INANJURI BAHING NGANAN TANDAK, pertanyaan berikutnya;

Apakah boleh setelah pengucapan tersebut disingkat, diperpanjang atau diubah kedalam bahasa yang lain?

Sesungguh sampai saat ini pun tidak ada larangan, karena kuasa roh suara sudah biasa menyampaikan pesan kita kepada para sangiang (khayangan) jika kita membangunkan dan menghendakinya, maka jika do’a itu diperpendek memunculkan kata, “dia batandak panjang bahing ganan tandak palus narinjet balai...............atau beberapa kata yang lain.

Untuk do’a yang lebih baik yaitu urut-urutan do’a yang benar yaitu melewati rumah, embu (ambun), lapisan langit, lewu-lewu sangiang (khayangan) yang memiliki nama, makna dan fungsi-fungsi tertentu untuk hal ini akan kita dengar dalam upacara ritual dengan sarana dan prasarana yang lengkap.
Bagi mereka yang kesulitan dalam menguasai bahasa Sangiang atau bahasa dayak ngaju mereka dapat mengantinya dengan bahasa mereka, dengan syarat harus tetap membangunan roh suara dan membuat do’anya dalam bahasa lain.
Jika syarat untuk membangunkan roh suara (bahing timang) pengantar pesan sudah dibangunakan dan bertemu dengan Para Leluhur, Sangiang, Ranying Hatalla dan Jatha Balawang Bulau maka pengirim menyampaikan niat, do’anya dari setiap orang yang berdo’a.

Bagian terakhir dalam berdo’a adalah Pambuli Bahing Timang (mengembalikan roh suara) yaitu dalam pengucapan mantra dimulai dari “Dia Panjang Riwut Rawei Hajamban Bahing Ganan Tandak……………………….”sampai pengucapan kata Sahi.

No comments: