Gambar

Gambar
SELAMAT MEMBACA,HATAMUEI LINGGU NALANTAI HAPANGAJA KARENDEM MALEMPANG

12 July 2014

FLURALISME SEPERTI BERBAGAI MACAM BUNGA DI TAMAN


M
eninggalnya Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid), pada akhir Desember 2009, bagaikan momentum sebuah perayaan atas pluralisme agama. Doa bersama oleh tokoh berbagai agama dilakukan baik di kediaman mendiang, maupun di tempat ibadah masing-masing, berbagai tulisan diterbitkan, buku tentang Gus Dur diluncurkan, seperti yang dilakukan di Pura Aditya Jaya Rawamangun, tanggal 8 Februari yang dihadiri oleh perwakilan keluarga, perwakilan majelis agama para sahabat yang memberikan testimoni, diikuti dengan doa bersama.
Penghormatan ini memang pantas. Karena jasanya yang besar untuk mengembangkan pluralisme agama di Indonesia, yang dilakukannya secara konsisten sejak muda, melalui tulisan-tulisannya di media masa, dialog yang dilakukannya ketika menjadi ketua umum PBNU, dan keputusan yang diambilnya ketika menjadi Presiden, yang paling fenomenal adalah pengakuannya terhadap agama Konghucu dan diperbolehkannya perayaan Imlek. Gus Dur juga sering datang ke pura dan ashram di Bali dan ikut sembahyang dan bhajan.

Namun di balik perayaan itu, yang melambangkan optimisme akan pluralisme di Indonesia, yang sebetulnya sudah dirumuskan oleh Mpu Tantular pada abad 15, terselip juga kekhawatiran. Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang di dalamnya terdapat wakil-wakil dari organisasi massa Islam besar seperti NU dan Muhammadyah beberapa tahun lalu mengeluarkan fatwa mengharamkan pluralisme agama. Sekalipun mendapat kritik keras dari berbagai kalangan sampai saat ini fatwa itu belum dicabut.
Apakah pluralisme dan mengapa ada yang mendukung dan menentangnya? Definisi teknis pluralisme agama diberikan secara lengkap oleh Diane L. Eck, professor filsafat India di Universitas Harvard, AS. Orang-orang Hindu menganalogikan pluralisme ini seperti taman dengan berbagai pohon bunga yang berbeda, dan itu justru membuat taman itu indah.
Ini mungkin pengandaian yang naïve. Agama pastilah tidak sama dengan bunga. Bunga sekedar memuaskan rasa estetika, tetapi agama mempengaruhi filosofi, etika, sikap mental dan perilaku atau cara hidup pemeluknya. Agama adalah keprihatinan terakhir (the ultimate concern). Orang-orang siap mati untuk membela agamanya.
Agama-agama Timur, seperti Hindu, Buddha, Jain dan Sikh tidak mengalami kesulitan untuk menerima pluralisme agama. Sikap pluralistik itu berakar di dalam ajarannya. Sementara agama-agama Semitik bersifat anti pluralisme. Paus Benedict XVI, pemimpin Gereja Katolik Roma, menolak menghadiri doa bersama para tamunya, para tokoh berbagai agama di dunia yang diundangnya untuk acara dialog antar agama, yang diadakan di Vatikan, 2007. Karena bila dia ikut dalam doa bersama itu, akan memberi kesan bahwa dia mengakui semua agama memiliki kebenaran yang sama. Tuan rumah yang arogan.
Masing-masing dari agama Semitik, merasa diberikan kedudukan khusus oleh Tuhannya: Mereka orang yang diselamatkan, yang lain dikutuk. Privelese ini diberikan secara gratis. Tidak perlu syarat apapun, intelektual, moral atau spiritual, kecuali iman. Karena itu pula keunggulan iman ini tidak menghasilkan keunggulan intelektual, moral dan spiritual.
Lalu di mana keunggulan itu terwujud? Di dunia setelah kematian! Mereka otomatis masuk surga. Setelah kiamat, yang entah kapan terjadi. Mereka adalah pemegang monopoli surga yang penuh kenikmatan badani. Untuk mempertahankan monopoli itu, mereka tidak segan-segan menggunakan kekerasan, baik terhadap orang dari agama lain, maupun terhadap sekta lain di dalam agama itu sendiri.
Ted Turner, pemilik CNN, dalam suatu pertemuan puncak para pemimpin agama dunia, yang disponsori oleh PBB tahun 1999, mengatakan, ia pernah ingin menjadi pendeta, tetapi mengurungkan niatnya, karena tidak ingin masuk surga. Kenapa? Surga sangat sepi, karena hanya diisi oleh orang-orang dari sektenya sendiri yang jumlah pengikutnya sedikit. Sedangkan sebagian besar umat manusia dimasukkan neraka oleh tuhan sektenya.
Turner mungkin tadak tahu, pluralisme agama pastilah disertai pluralisme surga. Tiap-tiap agama memiliki surganya sendiri. Hindu sudah memiliki surganya sendiri, jauh sebelum pendiri Kristen dan Islam lahir. Dan para pengikutnya tidak menginginkan surga milik agama lain. Ketidak tahuannya itu memberi keuntungan baginya: dia membangun kerajaan media – bukan kerajaan surga - yang memberi pencerahan kepada seluruh dunia. Orang-orang dari berbagai agama, mestinya bekerja sama membangun masyarakat yang makmur, tercerahkan dan damai. Karena surganya sudah dijamin, bagi yang memiliki keunggulan moral dan spiritual.

(Oleh : Ngakan Putu Putra)

No comments: